Jumat, 15 April 2011

Obat Penurun Panas Bagi Bayi dan Anak-anak

Tiga Jenis Demam


Namun, sebelum mengenal lebih jauh tentang tanaman obat penurun panas, perlu dipahami lebih dulu pengertian demam. Demam pada anak dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Demam karena infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari 38°C. Penyebabnya beragam, yakni infeksi virus (seperti flu, cacar, campak, SARS, flu burung, demam berdarah, dan lain-lain) dan bakteri (tifus, radang tenggorokan, dan lain-lain).

2. Demam noninfeksi, seperti kanker, tumor, atau adanya penyakit autoimun seseorang (rematik, lupus, dan lain-lain).

3. Demam fisiologis, seperti kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara yang terlalu panas, dan lain-lain.

Nah, dari ketiganya, hanya demam yang disebabkan oleh infeksi dan noninfeksi sajalah yang memerlukan obat penurun panas. Untuk mempercepat proses penurunan panasnya, selain ramuan tradisional yang diminum, dapat juga diberikan baluran atau kompres untuk membantu.

Akan halnya demam fisiologis, tak diperlukan obat-obatan penurun panas karena umumnya jarang melebihi 380°C. Untuk menurunkan suhu tubuh, cukup diberikan minum yang banyak dan diusahakan berada dalam ruangan berventilasi baik atau berpendingin.

Aneka Obat Tradisional Penurun Panas

Inilah beberapa pilihan obat penurun panas tradisional yang dapat dicoba. Penting diperhatikan, dosis yang tercantum pada ramuan berikut adalah dosis untuk orang dewasa. Bila ingin diberikan kepada anak, bacalah aturan dosis bagi anak dan sesuaikan dengan tingkatan usianya. (Lihat boks: Dosis Aman untuk Anak.)

1. Lempuyang Emprit (Zingiber amaricans)

Memiliki kandungan senyawa minyak atsiri, yaitu sekuiterpenketon yang bermanfaat untuk menurunkan panas. Umumnya yang digunakan adalah rimpangnya; warnanya putih kekuningan dan rasanya pahit.

Caranya: Cuci bersih 10 gram umbi lempuyang emprit. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata. Setelah dingin, peras, ambil sarinya. Campur dengan 2 sendok makan (sdm) madu bunga kapuk, aduk rata. Berikan 3 kali sehari.

2. Kunyit (Curcuma longa)

Memiliki kandungan minyak atsiri, curcumin, turmeron dan zingiberen yang dapat bermanfaat sebagai antibakteri, antioksidan, dan antiinflamasi (anti-peradangan). Selain sebagai penurun panas, campuran ini juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Umumnya yang digunakan adalah rimpangnya; warnanya oranye.

Caranya: Cuci bersih 10 gram umbi kunyit. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata. Setelah dingin, peras, ambil sarinya. Tambahkan dengan perasan 1/2 buah jeruk nipis. Campur dengan 2 sdm madu bunga kapuk, aduk rata. Bagi menjadi 3 bagian campuran madu dan kunyit ini, kemudian berikan 3 kali sehari.

3. Sambiloto (Andrographis paniculata)

Seluruh bagian tanamannya dapat digunakan. Memiliki kandungan andrografolid lactones (zat pahit), diterpene, glucosides dan flavonoid yang dapat menurunkan panas. Bahkan pada tahun 1991 pernah diadakan penelitian di Thailand bahwa 6 g sambiloto per hari sama efektifnya dengan parasetamol.

Caranya: Rebus 10 gram daun sambiloto kering, 25 g umbi kunyit kering (2,5 ibu jari), dan 200 cc air. Rebus hingga mendidih dan airnya tinggal 100 cc, kemudian saring. Setelah hangat, tambahkan 100 cc madu bunga kapuk atau mahoni, aduk rata. Bagi menjadi 3 bagian, berikan 3 kali sehari.

4. Pegagan (Centella asiatica L.)

Tumbuhan yang dikenal pula dengan nama daun kaki kuda ini tumbuh merayap menutupi tanah. Daunnya berwarna hijau dan berbentuk seperti kipas ginjal. Memiliki kandungan triterpenoid, saponin, hydrocotyline, dan vellarine. Bermanfaat untuk menurunkan panas, revitalisasi tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh. Pegagan juga bersifat menyejukkan atau mendinginkan, menambah tenaga dan menimbulkan selera makan.

Caranya : Rebus 1 genggam pegagan segar dengan 2 gelas air hingga mendidih dan airnya tinggal 1 gelas. Bagi menjadi 3 bagian dan diminum 3 kali sehari.

5. Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.)

Penampilan temulawak menyerupai temu putih, hanya warna bunga dan rimpangnya berbeda. Bunga temulawak berwarna putih kuning atau kuning muda, sedangkan temu putih berwarna putih dengan tepi merah. Rimpang temulawak berwarna jingga kecokelatan, sedangkan rimpang bagian dalam temu putih berwarna kuning muda.

Temulawak memiliki zat aktif germacrene, xanthorrhizol, alpha betha curcumena, dan lain-lain. Manfaatnya sebagai antiinflamasi (antiperandangan), antibiotik, serta meningkatkan produksi dan sekresi empedu. Temulawak sejak dahulu banyak digunakan sebagai obat penurun panas, merangsang nafsu makan, mengobati sakit kuning, diare, mag, perut kembung dan pegal-pegal.

Caranya : Cuci bersih 10 gram rimpang temulawak. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata. Setelah dingin, peras, ambil sarinya. Campur dengan 2 sdm madu bunga kapuk, aduk rata. Bagi menjadi 3 campuran madu dan temulawak, kemudian berikan 3 kali sehari.

6. Bawang merah (Allium cepa L.)

Bawang merah sering digunakan sebagai bumbu dapur. Memiliki kandungan minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, kaemferol, kuersetin, dan floroglusin.

Caranya: Kupas 5 butir bawang merah. Parut kasar dan tambahkan dengan minyak kelapa secukupnya, lalu balurkan ke ubun-ubun dan seluruh tubuh.

7. Daun kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis)

Selain daun kembang sepatu, Anda juga dapat memanfaatkan daun kapuk atau daun sirih. Kembang sepatu mengandung flavonoida, saponin dan polifenol. Daun kapuk mengandung flavonoida, saponin dan tanin. Daun sirih mengandung flavonoida, saponin, polifenol, dan minyak atsiri.

Caranya: Cuci bersih daunnya, keringkan dengan lap bersih, panaskan sebentar di atas api agar lemas. Remas-remas sehingga lemas, olesi dengan minyak kelapa, kompreskan pada perut dan kepala.

8. Meniran (Phyllanthus niruri L.)

Tinggi tanamannya mencapai 1 meter, tumbuh liar, daunnya berbentuk bulat tergolong daun majemuk bersirip genap. Seluruh bagian tanaman ini dapat digunakan. Memiliki kandungan lignan, flavonoid, alkaloid, triterpenoid, tanin, vitamin C, dan lain-lain. Bermanfaat untuk menurunkan panas dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Caranya: Rebus 1 genggam meniran segar dengan 2 gelas air hingga mendidih dan airnya tinggal 1 gelas. Bagi menjadi 3 bagian dan diminum 3 kali sehari.

9. Air kelapa muda

Air kelapa muda banyak mengandung mineral, antara lain kalium. Pada saat panas, tubuh akan mengeluarkan banyak keringat untuk menurunkan suhu tubuh. Nah, untuk menggantikan keringat yang keluar, perbanyaklah minum air kelapa.

Dosis Aman untuk Anak

Penggunaan tanaman obat dengan dosis yang tepat tidak akan menimbulkan efek samping dan aman. Berikut dosis yang direkomendasikan untuk anak:

Usia Dosis

Bayi 1/8 dosis dewasa

2­-5 tahun 1/4 dosis dewasa

6­-9 tahun 1/3 dosis dewasa

10-13 tahun 1/2 dosis dewasa

14-16 tahun 3/4 dosis dewasa


cara lain

Parut bawang merah, tambahkan minyak telon, lalu balurkan pada punggung sampai bagian pantat sambil sedikit diurut. Juga pusar dan ubun-ubun. Untuk ramuan minum: air kelapa satu cangkir ditambah 1 sendok teh madu, aduk, lalu kukus. Setelah dingin, berikan pada anak sebanyak 3 sendok teh setiap 2 jam sekali. Ramuan ini diberikan untuk bayi 8 bulan ke atas. Bila usia anak di bawah 8 bulan, cukup dengan pemberian ASI atau ibunya yang minum ramuan tersebut.

Pada anak yang agak besar, gunakan ramuan minum berupa air kunyit dan madu. Setengah sampai satu ruas jari kunyit yang sudah bersih dibakar, dikerik kulitnya, diparut, lalu diberi air matang 1/2 cangkir, peras, kemudian diendapkan. Campur bagian air kunyit yang tanpa endapan dengan kocokan 1 butir kuning telur dan 1 sendok makan madu, kemudian disuapkan pada anak. Ramuan ini bisa untuk penurun panas seperti pada sakit cacar air, flu, atau apa saja.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Aktivitas Belajar, Hasil Belajar dan Respon

ABSTRAK

Musri’ah, 2011. “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Siswa Kelas VIII MTs Rihlatut Tullab Taddan Camplong Sampang Pokok Bahasan Teorema Phytagoras”. Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing Drs. Abdullah Sani M. Pd.

Kata kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Aktivitas Belajar, Hasil Belajar dan Respon.

Kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep dalam mata pelajarn matematika merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan yang memperbaiki proses pembelajaran. Salah satu pembelajaran inovatif yaitu model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Tujuan dari penelitian adalah : (1) Mendeskripsikan aktivitas guru dengan menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thulalab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras, (2) Mendeskripsikan aktivitas siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan teorema phytagoras, (3) Untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan teorema Pythagoras, (4) Untuk mengetahui respon siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan teorema eorePythagoras
Sintaks pembelajaran berbasis masalah terdiri dari 5 fase . Fase 1: Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa, Fase 2 : Mengorganisasi siswa untuk meneliti, Fase 3 : Membantu investigasi mandiri dan kelompok, Fase 4 : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit, Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Setting penelitian adalah MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang dengan subyek penelitian adalah kelas VIII B yang berjumlah 45 siswa (20 siswa putra dan 25 siswa putri).
Simpulan dari penelitian ini adalah : (1) Berdasarkan analisis aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat diketahui bahwa pada pertemuan pertama aktivitas guru yang sering dilakukan adalah memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan. (2) Berdasarkan analisis aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada pertemuan pertama ialah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah sering dilakukan, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan. Dan aktivitas yang tidak pernah dilakukan siswa pada pertemuan pertama ialah menarik kesimpulan, manun peremuan kedua siswa melakukan aktivitas itu. Sedangkan pada pertemuan pertama aktivitas memberi pertanyaan kepada teman atau guru dan menyampaikan pendapat / ide kepada teman atau guru jarang dilakukan, tapi pertemuan kedua aktivitas itu sering dilakukan. (3) Berdasarkan hasil post-tes yang dianalisis dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mengetahui hasil belajar siswa. Terlihat bahwa dari 45 siswa, 39 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak tuntas. Dan dari tabel 4.5 tentang deskripsi hasil belajar siswa pada Post-Tes, dapat disimpulkan bahwa Prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat di nyatakan tuntas, karena lebih besar dari 80% , yaiu 86,67%. sedangkan prosentase siswa yang tidak tuntas adalah 13,33%. (4) Berdasarkan hasil data angket siswa menunjukkan bahwa respon siswa dikatakan positif. Hal ini dikarenakan respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) untuk katagori positif berjumlah tujuh butir pertanyaan. Dan siswa mendukung pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) ini.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia selalu terus-menerus berusaha meningkatkan kualitas pendidikan, walaupun hasilnya belum memenuhi harapan. Salah satu cerminan kualitas pendidikan di sekolah adalah hasil belajar siswa yang dicapai oleh siswa di sekolah tersebut. Dengan demikian hasil belajar siswa pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan salah satu indikator kualitas pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Peningkatan kualitas ilmu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan pada semua kelompok mata pelajaran yang tertuang dalam Standar Isi. Salah satunya adalah kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika termasuk dalam kelompok mata pelajaran ini merupakan obyek studi yang membutuhkan pemikiran. Artinya dalam mempelajari matematika diperlukan kemampuan berfikir matematik yaitu kemampuan untuk melaksanakan kegiatan dan proses atau tugas matematik. Karena matematika bersifat abstrak maka perlu suatu cara untuk mengelola proses belajar mengajar sehingga matematika mudah dicerna oleh siswa dengan baik dan lebih berarti serta bermanfaat bagi kehidupan mereka. Hal itu lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, meliputi wajib belajar sembilan tahun, pendidikan menengah, sampai dengan pendidikan tinggi dan dilaksanakan pada suatu lembaga yang disebut sekolah.
Sekolah merupakan sentral pendidikan formal dalam masyarakat yang mempunyai peranan penting untuk mengantarkan masyarakat ke arah kehidupan menjadi lebih baik dan sesuai dengan yang dicita-citakan. Sekolah sebagai bagian dari keseluruhan sistem pendidikan, dihadapkan pada tugas pokok untuk meningkatkan kecerdasan dan kualitas manusia sebagai manusia seutuhnya yaitu manusia yang mempunyai ilmu pengetahuan serta akhlak mulia.
Memperhatikan tujuan pendidikan nasional sesuai UU. No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas, sebaiknya penyelenggara pendidikan mampu mempersiapkan, membina, dan membentuk kemampuan peserta didik yang menguasai pengetahuan, sikap, nilai, dan kecakapan dasar yang diperlukan bagi kehidupan di masyarakat. Tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai jika didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif. Hasibuan dan Moedjiono menerangkan bahwa setiap sistem lingkungan atau setiap peristiwa belajar mengajar mempunyai ”profil” unik yang mengakibatkan tercapainya tujuan belajar. Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran karena metode pembelajaran adalah cara atau alat yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran menggunakan teknik-teknik tertentu , dengan demikian, kemandirian siswa dalam belajar dapat terlatih dan proses pembelajaran akan berlangsung secara fleksibel sehingga mendukung pengembangan pengetahuan, sikap, moral dan ketrampilan siswa.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning) pembelajaran tidak berhenti hanya karena peserta didik telah menemukan jawaban terhadap suatu masalah sehingga akan berpengaruh terhadap tercapainya tujuan belajar yang diharapkan. Maka, pada kesempatan ini penulis hendak meneliti tentang “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) PADA SISWA KELAS VIII MTS RIHLATUT TULLAB TADDAN CAMPLONG SAMPANG POKOK BAHASAN TEOREMA PHYTAGORAS” Semoga hasil penelitian ini bisa bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan.




B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah aktivitas guru dalam menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras?
2. Bagaimanakah aktivitas siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan teorema phytagoras?
3. Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan teorema Pythagoras?
4. Bagaimanakah respon siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan Pythagoras?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat disusun tujuan penlitian sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan aktivitas guru dengan menerapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thulalab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras
2. Mendeskripsikan aktivitas siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah pokok bahasan teorema phytagoras
3. Untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan teorema Pythagoras
4. Untuk mengetahui respon siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang setelah diterapkan Model pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan teorema eorePythagoras

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi siswa, model pembelajaran yang dikembangkan ini diharapkan akan mampu:
a. Mengembangkan kemampuan berfikir dalam pemecahan masalah.
b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
c. Belajar dalam suasana yang menyenangkan.
2. Bagi guru:
a. Menambah wawasan guru untuk menerapkan model pembelajaran berbasis masalah
b. Guru lebih terampil menggunakan metode belajar


3. Bagi peneliti:
a. Memperoleh wawasan tentang pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah
b. Memberi bekal bagi peneliti sebagai calon guru matematika siap melaksanakan tugas dilapangan

E. Definisi operasional
Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran terhadap penelitian ini, maka penulis perlu memberikan pengertian dari masing-masing variabel yaitu:
1. Model pembelajaran berbasis masalah
Model pembelajan berbasis masalah adalah suatu strategi pembelajaran yang berorientasi pada masalah
2. Aktivitas guru
Aktivitas guru adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan guru selama pembelajaran berlangsung
3. Aktivitas siswa
Aktivitas siswa adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung
4. Hasil belajar siswa
Hasil belajar siswa adalah penguasaan dan perubahan tingkah laku dalam diri anak didik sebagai hasil dari aktivitas belajar dan penilaiannya diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka

5. Teorema phytagoras
Teorema phytagoras merupakan pokok bahasan yang diajarkan dikelas VIII semester satu untuk sekolah yang telah mengunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan
6. Respon siswa
Respon siswa adalah tanggapan siswa dari angket respon yang diberikan setelah diterapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.

F. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan batasan masalah. Batasan masalah ini adalah Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning) pada siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras.


BAB II
KAJIAN TEORI

A. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada masalah . Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dan memecahkan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting, di mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Pembelajaran berbasis masalah penggunaannya di dalam tingkat berfikir yang lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah, termasuk bagaimana belajar.
Dalam model pembelajaran berbasis masalah, guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah dan pemberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Pembelajaran berbasis masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berbasis masalah juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akivitas siswa, baik secara individual maupun secara kelompok. Pada model pembelajaran berbasis masalah guru berperan pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa dan penentu arah belajar siswa.

2. Ciri-ciri model pembelajaran berbasis masalah
Sistem pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan keada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari sistem pembelajaran berbasis masalah:
a. sistem pembelajaran berbasis masalah merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya sistem pembelajaran berbasis masalah adalah sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Sistem pembelajaran berbasis masalah tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui sistem pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
b. aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesakan masalah. Sistem pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.
c. pemecahan masalah dilaukan dengan mengunaan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan mengunaan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas .

3. Tahapan pengajaran berbasis masalah
David Johnson & Johnson mengemukakan ada lima langkah sistem pembelajaran berbasis masalah melalui kegiatan kelompok yaitu:
a) Mendefinisikan masalah atau merumuskan masalah.
b) Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor yang dapat mendukung dan dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.
c) Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
d) Menentukan dan menerapkan srategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
e) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan, sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan

4. Pelaksanaan pelajaran PBL (pembelajaran berbasis masalah)
Melaksanakan pelajaran PBL (pembelajaran berbasis masalah) terdiri dari lima fase. Kelima fase PBL dan perilaku yang dibutuhkan oleh guru yaitu:.
Tabel. 2.1
Sintaksis untuk PBL
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1:
Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi-masalah
Fase 2:
Mengorganisasi siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
Fase 3:
Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapat informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi
Fase 4:
Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.
Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap investigasi dan proses-proses yang mereka gunakan.



5. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Kelebihan sistem pembelajaran berbasis masalah antara lain:
 Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.
 Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
 Pengetahuan tertanam berdasakan skema yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih bermakna.
 Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaiakn berkaitan dengan kehidupan nyata.
 Proses pembelajaran melalui sistem pembelajaran berbasis masalah dapat membiasakan para siswa untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. Apabila menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari siswa sudah mempunyai kemampuan untuk menyelesaikannya.
 Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru




b. Kelemahan sistem pembelajaran berbasis masalah antara lain:
• Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitanya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, serta pengetahuan dan pemgalaman yang telah dimiliki oleh siswa sangat memerlukan ketrampilan dan kemampuan guru.
• Proses belajar dengan sistem pembelajaran berbasis masalah membutuhkan waktu yang cukup lama.
• Mengubah kebiasaan siswa dari belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa

B. DUKUNGAN TEORITIS DAN EMPIRIS
Pengajaran langsung dapat dukungan teoritik dari psikologi dan behaviorial dan teori belajar sosial. Sistem pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya bukan apa yang sedang dikerjakan siswa (perilaku siswa) tetapi pada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka). Dalam kegiatan pembelajaran ini, guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Membuat siswa berpikir, memecahkan masalah, dan menjadi pembelajar yang otonom bukan hal baru dalam pendidikan. Berikut ini adalah beberapa aliran pemikiran abad kedua puluh yang menjadi landasan pemikiran sistem pembelajaran berbasis masalah.
1. Dewey dan kelas berorientasi pada masalah
Seperti halnya pembelajaran kooperatif, sistem pembelajaran berbasis masalah juga menemukan akar intelektualnya dalam karya John Dewey. Dalam Democracy and Education (1916), Dewey mendeskripsikan suatu pandangan tentang pendidikan. Menurut pandangan Dewey, sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas seharusnya menjadi laboratorium untuk penyelidikan kehidupan nyata dan pemecahan masalah. Ilmu mendidik Dewey mendorong guru untuk melibatkan siswa dalam proyek-proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki tentang masalah-masalah inteletual dan sosial. Dewey dan sejawatnya seperti kilpatrick (1918), menegaskan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih bermakna dan tidak terlalu abstrak. Pembelajaran bermakna yang terbaik dapat diwujudkan dengan meminta siswa berada dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan proyek-proyek pilihan yang sesuai dengan minat mereka sendiri.


2. Piaget, Vygotsky, dan konstruktivisme
Dewey memberikan dasar filosofi untuk sistem pembelajaran berbasis masalah, tetapi psikologilah yang yang banyak meemberikan dukungan teoritisnya. Para psikolog eropa seperti Jean Pieget dan lev Vygotsky, mempunyai peran instrumental dalam mengembangkan konsep konstruktivisme yang menjadi sandaran sistem pembelajaran berbasis masalah kontemporer.
Jean pieget, seorang psikolog swiss menghabiskan waktu lebih dari lima puluh tahun untuk mempelajari bagaimana anak-anak berpikir dan proses-proses yang terkait dengan perkembangan intelektual mereka. Menurut pieget, anak balita memiliki sifat bawaan ingin tahu dan terus berusaha memahami dunia disekitarnya. Keingintahuan ini menurut Pieget memotivasi mereka untuk mengkonstruksikan secara aktif gambaran-gambaran dibenak mereka tentang lingkungan yang mereka alami. Ketika umur mereka semakin bertambah dan semakin banyak mendapatkan kemampuan bahasa dan ingatan, gambaran mental mereka tentang dunia menjadi lebih rumit dan abstrak. Akan tetapi, diseluruh tahapan perkembangannya, kebutuhan anak untuk memahami lingkungan memotivasi mereka untuk menyelidiki dan mengkonstruksikan teori-teori yang menjelaskanya.
Pandangan konstruktivistik-kognitif yang menjadi landasan sistem pembelajaran berbasis masalah banyak didasarkan pada pendapat piaget (1954,1963), pandangan ini mengemukakan bahwa siswa dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengkonstruksikan pengetahuanya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa memperoleh pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka mengkonstruksikan dan memodifikasi pengetahuan awal mereka. Menurut Pieget, pedagogi yang baik itu: harus melibatkan penyodoran berbagai situasi dimana anak dapat bereksperimen, dalam arti yang paling luas- mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ia temukan pada suatu waktu dengan apa yang ditemukannya pada waktu yang lain, membandingkan temuannya dengan temuan anak-anak lainya .
Lev Vygotsky (1896-1934) adalah seorang ahli psikologi dari Rusia yang karyanya kurang diketahui oleh para ahli psikologi dari Amerika dan Eropa karena adanya sensor komunis. Seperti halnya Peaget, Vygotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru, menantang dan saat mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan mengkonstruksikan pengetahuan baru. Keyakinan Vygotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam beberapa hal penting. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh semua individu tanpa memandang konteks sosial dan budaya, sedangkan Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial pembelajaran. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa .
Salah satu ide kunci yang berasal dari Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. yaitu zona diantara tingkat perkembangan aktual pelajar dan tingkat perkembangan potensialnya.

3. Bruner dan dyscovery learning
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi harvad yang menjadi pelopor dalam era reformasi kurikulum di Amerika pada era 1950-an dan 1960-an. Bruner dan koleganya memberikan dukungan teoritis penting terhadap dyscovery learning, suatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi (personal dyscovery). Tujuan pendidikan tidak hanya untuk meningkatkan banyaknya pengetahuan siswa tetapi juga menciptakan berbagai kemungkinan untuk penciptaan dan penemuan siswa.
Sistem pembelajaran berbasis masalah juga juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Brunner mendeskripsikan scaffolding sebagai suatu proses dimana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui bantuan (scaffolding) dari seorang guru atau orang lain yang mempunyai kemampuan lebih. Konsep scaffolding Bruner mirip dengan konsep zone of proximal development Vygotsky .

C. AKTIFITAS BELAJAR
1) Pengertian aktivitas belajar
Menurut W. J. S Purwadarminta, aktivitas adalah kegiatan atau kesibukan. Sedangkan menurut Prof. S Nasution MA, aktifitas adalah keaktifan jasmani dan rohani dan keduanya harus dihubungkan.
Dari kedua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas adalah suatu kegiatan jasmani dan rohani yang mengarah pada tujuan yang akan dicapai.
Hilgard dalam bukunya, S. Nasution mengatakan. Belajar adalah proses yang melahirkan atau yang mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dari laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak masuk dalam latihan. Menurut Whiterington, belajar adalah perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sehingga pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.
Dari dua pengertian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud ativitas belajar adalah suatu proses kegiatan belajar siswa yang menimbulkan perubahan-perubahan. Menurut James O Wittaker, aktivitas belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman seseorang.

2) Jenis-jenis aktivitas dalam belajar
Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar, dengan demikian di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa disekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengrkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat disekolah-sekolah tradisional. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Visual activities, sikap ini ditunjukkan dengan membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, dan percobaan.
b) Oral activities, sikap yang ditunjukkan dengan; menyatakan, merumuskan, bertanya, memberikan saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi.
c) Listening activities, ditunjukkan dengan sikap mendengarkan, uraian, percakapan, diskusi, dan pidato.
d) Writing activities, ditunjukkan dengan sikap menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin.
e) Drawing activities, ditunjukkan dengan menggambar, membuat grafik, peta dan diagram.
f) Mental activities, yang ditunjukkan dengan sikap mananggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
g) Emotional activities, yang ditunjukkan dengan sikap menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.
Klasifikasi sikap atau aktivitas seperti yang diuraikan diatas menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Jika sikap tersebut tercipta disekolah-sekolah maka akan lebih mendinamiskan suasana pembelajaran, tidak membosankan dan benar-benar menjadi aktivitas belajar yang masksimal dan transformatif kebudayaan.
Sehingga dengan karakteristik tersebut dapat menjadi indikator atau tolak ukur dalam mengukur sikap seorang siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sikap tersebut dapat dituangkan dalam beberapa hal, yaitu: kehadiran siswa di kelas, kelengkapan buku siswa, kesiapan siswa dalam pembelajaran, keaktifan atau rasio siswa dalam bertanya, keberanian dalam menampilkan hasil tugas kepada guru secara kelompok dan individu, menyatakan pendapat, dan menerima kritikan.

3) Nilai aktivitas dalam pengajaran
Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, oleh karena:
a. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri
b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral
c. Memupuk kerja sama yang harmonis dikalangan siswa
d. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri
e. Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar jadi demokratis
f. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dan guru
g. Pengajaran diselenggarakan secara realitis dan konkrit sehingga mengembangkan pemahaman dan pemikiran kritis serta menghindarkan verbalistis
h. Pengajaran disekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat

D. HASI BELAJAR
1) Pengertian hasil belajar
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.
Sutratinah Tirtonegoro juga berpendapat bahwa yang dimaksud, hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau simbol yang dapat mencerminkan hasil yang telah dicapai oleh siswa atau anak dalam periode tertentu.
Dari definisi diatas penulis simpulkan bahwa hasil belajar yaitu suatu hasil yang telah dicapai setelah mengalami proses belajar mengajar atau setelah mengalami interaksi dengan lingkungannya guna memperoleh ilmu pengetahuan dan akan menimbulkan perubahan tingkah laku yng bersifat relatif menetap dan tahan lama.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, diklasifikasikan menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Internal (faktor sosial dan non sosial)
Faktor-faktor yang dapat dikelompokkan ke dalam faktor non social misalnya keadaan udara, cuaca, waktu, tempat dan gedung, alat-alat buku dan sebagainya. Semua faktor yang termasuk golongan ini perlu dilengkapi dan diatur mengingat situasi dan kondisi tempat. Jika sekolah berlangsung dipagi hari, mestinya tidak ada masalah dengan suhu udara, lain halnya dengan sekolah yang diselenggarakan pada siang, sore atau malam hari. Pada waktu siang hari udara panas yang terkadang membuat siswa tidak kuat atau tidak kerasan dalam ruangan, apalagi dalam kondisi ruangan yang sempit dan dekat dengan sumber keramaian. Hal ini mengakibatkan siswa tidak dapat berkonsetrasi secara penuh.
Sedangkan yang dimaksud faktor sosial adalah faktor manusia, baik manusia secara nyata dalam arti hadir, maupun tidak hadir. Sebagai contoh misalnya foto, televisi, gambar dan lain-lain.
b. Faktor Eksternal (faktor fisiologi dan psikologis)
Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan fisik dan kesehatan siswa. Faktor ini mempunyai kedudukan yang penting juga. Bagaimana siswa akan dapat belajar dengan baik apabila keadaan badan dan kesehatannya terganggu, misalnya anggota badanya cacat, sakitsakitan. Oleh karena itu, dalam hal ini yang perlu diingat adalah bagaimana agar siswa tetap dalam keadaan sehat.
Adapun faktor psikologis adalah yang berhubungan dengan kejiwaan peserta didik. Yang termasuk dalam faktor ini adalah kecerdasan, perhatian, bakat, minat, emosi dan motivasi. Motivasi sangatlah berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah penguasaan dan perubahan tingkah laku dalam diri anak didik sebagai hasil dari aktivitas belajar dan penilaiannya diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain : faktor sosial dan non sosial, sedangkan faktor eksternal antara lain : faktor fisiologi dan psikologis.

3) Jenis-jenis hasil belajar
Dalam tujuan pendidikan yang ingin dicapai dikatagorikan dalam tiga bidang yaitu; kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan karena sebagai tujuan yang hendak dicapai. Dengan kata lain tujuan pengajaran diharapkan dapat dikuasai oleh siswa dalam mencapai ketiga aspek tersebut. Dan ketiga aspek tersebut adalah pokok dari jenis hasil belajar menurut Taksonomi Bloom dklasifikasikan dalam tiga domain:
a) Jenis hasil belajar pada bidang kognitif
Hasil belajar pada bidang kognitif dibagi menjadi ennam jenis yaitu:
 Mengetahui
Yaitu kemampuan untuk mengenal atau mengingat kembali sesuatu objek, ide prosedur, prinsip atau teori yang sudah dipelajari.
 Memahami
Yaitu kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep.


 Menerapkan
Yaitu kemampuan menerapkan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru (konkrit)
 Menganalisisa
Yaitu kemampuan untuk menguraikan suatu bahan kedalam unsur-unsurnya agar supaya struktur organisasinya dapat dimengerti
 Mensimtesis
Yaitu untuk mengumpulkan suatu bagian-bagian untuk membentuk suatu kesatuan yang baru
 Mengevaluasi
Yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan (menentukan nilai) sesuatu yang yang dipelajari uantuk tujuan tertentu
b) Jenis hasil belajar pada bidang afektif
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar yaitu:
 Menerina (receiving)
Yaitu suatu keadaan sadar, kemauan untuk memperhatikan
 Menanggapi (responding)
Yaitu suatu terbuka kearah kemauan untuk merespon simulasi yang datang dari luar
 Menilai (valuing)
Yaitu penerimaan terhadap nilai-nilai
 Mengorganisasi (organization)
Yaitu untuk mengembangkan nilai satu sistem organisasi, menyatukan nilai-nilai yang berbeda
 Berpribadi (charactarization)
Yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai yang dimiliki berpengaruh pada tingkah lakunya
c) Jenis hasil belajar pada bidang psikomotorik
Ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan yang bersifai fa’aliah dan konkrit. Walau demikian hal itupun tidak terlepas dari kegiatan belajar yang bersifat mental (pengetahuan dari sikap) hasilbelajar ranah ini merupakan tingkah laku nyata dan dapat diamati. Tujuan mengenai psikomotorik yang dikembangkan oleh Simpson (1966-1967)sebagai berikutL:
 Persepsi
Adalah penggunaan lima panca indra untuk memperoleh kesdaran dalam menerjemahkan menjadi tindakan
 Kesiapan
Adalah keadaan siap untuk merespon secara mental, fisik dan emosional
 Respon terbimbing
Adalah mengembangkan kemampuan dalam aktivitas mencatat dan membuat laporan

 Mekanisme
Adalah respon fisik yang telah dipelajari menjadi kebiasan
 Respon yang unik
Adalah tindakan motorik yang rumit dipertumjukkan dengan terampil dan efisien
 Adaptasi
Adalah mengubah respon dalam situasi yang baru
 Organisasi
Adalah menciptakan tindakan-tindakan baru
Dari uraian diatas Untuk dapat tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu diadakan usaha atau tindakan penilaian. Penilaian pada dasarnya merupakan kriteria tertentu. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam hasil belajar. Oleh sebab itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian hasil belajar. Berdasarkan pelaksanaannya, penilaian memiliki tiga jenis yaitu: Jenis hasil belajar pada bidang kognitif, afektif dan psikomotor.
Alat pengumpul data dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu: ”Tes dan Non Tes”. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Yang termasuk tes misalnya tes kepribadian, bakat, minat, intelegasi, dan sebagainnya. Sebagaimana non tes misalnya angket, interview, observasi, dokumentasi dan lain-lain.
Dalam penelitian ini alat penilaian data yang digunakan adalah tes, yaitu tes uraian. Tes uraian ini yang sesuai dengan ketentuan dengan hasil belajar yang diterapkan di sekolah tempat penelitian berlangsung.













E. POKOK BAHASAN YANG TERKAIT DENGAN PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Luas Persegi dan Luas Segitiga Siku-siku
a. Luas Persegi
D C


A a B
Gambar diatas adalah persegi ABCD sisi AB = sisi BC = sisi CD = sisi AD, jika panjang sisi persegi AB = a, maka luas persegi adalah
a x a = a2

b. Luas Segitiga Siku-siku
Perhatikan segitiga dibawah ini.
Luas segitiga = alas x tinggi
C tinggi segitiga ABC adalah CD, dan alasnya adalah
AB


A D B
Luas segitiga ABC diatas adalah
x AB x CD

Gambar dibawah adalah segitiga siku-siku dengan siku-siku di P, sisi tegaknya adalah PR yang merupakan tinggi segitiga PQR dan PQ adalah alasnya, maka luas segitiga PQR adalah
R
x PQ x PR

P Q

2. Teorema pythagoras
Untuk setiap segitiga siku-siku berlaku:
Kuadrat sisi miring (hipotenusa) pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat kedua sisi siku-sikunya
Perhatikan gambar dibawah ini:
B (AB)2 = (BC)2 + (CA)2
a c c2 = a2 + b2
a2 = c2 – b2
C b A b2 = c2 – a2
Jadi, untuk segitiga siku-siku di C brlaku: c2 = a2 + b2

3. Menggunakan Dalil Pythagoras pada Bangun Datar
Teorema Pythagoras dapat dipergunakan untuk menghitung panjang garis tertentu pada bangun datar. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak masalah yang dapat diselesaikan dengan bantuan teorema Pythagoras.
Contoh soal:
Sebuah persegi panjang berukuran panjang 16 cm dan lebar 12 cm. Hitunglah panjang salah satu diagonalnya!
Diketahui: persegi panjang berukuran panjang 16 cm dan lebar 12 cm
Ditanya: panjang salah satu diagonalnya
Jawab: Misal panjang diagonalnya x cm, maka:
x2 = 162 + 122
x2 = 256 + 144
= 400 12
x = =20 16
Jadi, panjang salah satu diagonalnya = 20 cm.

4. Tiga bilangan yang merupakan Tripel Pythagoras.
Tripel Pythagoras adalah pasangan tiga bilangan asli yang mewakili ukuran panjang sisi miring (hipotenusa) dan sisi-sisi yang mengapait sudut siku-siku. Ukuran sisi segitiga siku-siku sering dinyatakan dalam 3 bilangan asli yang disebut Tigaan Pythagoras (Tripel Pythagoras).
Tiga bilangan a, b, dan c dikatakan merupakan tripel Pythagoras jika ketiga bilangan ini memenuhi
a2 = b2 + c2 atau b2 = a2 + c2 atau c2 = a2 + b2

Contoh soal:
Periksalah apakah tiga bilangan berikut merupakan tripel Pythagoras. 6, 8, 10
Jawab.
6, 8, 10
102 = 62 + 82
100 = 36 + 64
100 = 100 (pernyataan yang bernilai benar)
Dengan demikian, bilangan-bilangan 6, 8 dan 10 memenuhi hubungan 102 = 62 + 82 , maka bilangan-bilangan itu adalah tripel Pythagoras.





5. Menentukan Jenis Segitiga jika Diketahui panjang Sisi-sisinya
Seperti yang kalian ketahui bahwa hubungan c2 = a2 + b2 berlaku untuk segitiga siku-siku. Misalkan diketahui segitiga ABC dengan panjang sisi terpanjang adalah a, panjang sisi yang lainnya b dan c.
Jika a2 = b2 + c2 , maka ΔABC merupakan segitiga siku-siku.
Jika a2 < b2 + c2 , maka ΔABC merupakan segitiga lancip. Jika a2 > b2 + c2 , maka ΔABC merupakan segitiga tumpul.
Contoh soal:
Tunjukkan bahwa segitiga yang berukuran 4 cm, 3 cm, 5 cm adalah siku-siku!
Diketahui: segitiga yang berukuran 4 cm, 3 cm, 5 cm
Ditanya: jenis segitiga
Jawab:
Misal sisi terpanjang adalah a, maka b = 4 dan c = 3
a2 = 52 = 25
b2 + c2 = 42 + 32
= 16 +9
= 25
Karena a2 = b2 + c2, maka segitiga itu siku-siku

BAB III
METODE PENELITIAN

B. JENIS PENELITIAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh, Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan. Penelitian terapan dilakukan dengan tujuan menerapkan, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Ditinjau dari sudut metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif juga disebut penelitian pra-eksperimen, karena dalam penelitian ini mereka melakukan eksplorasi dan penggambaran dengan tujuan untuk menerangkan dan memprediksi suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.

C. TEMPAT PENELITIAN
Tempat penelitian ini adalah di MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang.



D. POPULASI DAN SAMPEL
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang yang berjumlah 45 siswa dengan komposisi 20 siswa putra dan 25 siswa putri. Sedangkaan populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang.

E. VARIABEL PENELITIAN
Klasifikasi variabel dalam penelitian ini dikelompokan menjadi dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat:
1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang sengaja dipelajari pengaruhnya terhadap variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis masalah.
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang merupakan akibat dari variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa dan respon siswa.


F. DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut:


X = Perlakuan yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan sistem pembelajaran berbasis masalah.
O = Hasil observasi setelah dilakukan perlakuan, yaitu hasil belajar siswa dan respon siswa setelah diberi perlakuan

G. INSTRUMENT PENELITIAN
Dalam penelitian ini data-data penelitian akan diambil dengan menggunakan instrumen penelitian. Adapun instrumen penelitian pada penelitian ini antara lain:
1) Tes tertulis
Instrumen penelitian ini berupa tes tulis yang disusun dan digunakan untuk menghimpun data mengenai hasil belajar siswa.
2) Lembar observasi aktivitas guru
Instrumen penelitian ini disusun dan digunakan untuk menghimpun data mengenai aktivitas guru selama proses pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berlangsung, serta untuk mengetahui apakah pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan langkah-langkah model pembelajran berbasis masalah yang telah dirancang sebelumnya dalam RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran)
3) Lembar observasi aktivitas siswa
Instrumen penelitian ini disusun dan digunakan untuk menghimpun data mengenai aktivitas siswa selama proses model pembelajaran berbasis masalah berlangsung
4) Lembar angket respon siswa
Instrumen penelitian ini disusun dan digunakan untuk menghimpun data mengenai respon siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah

H. METODE PENGUMPULAN DATA
1. Tes hasil belajar
Teknik pengumpulan data dengan tes ini dilaksanakan untuk mengetahui ketercapain hasil belajar siswa. Tes disusun sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Tes ini dilaksanakan setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah.


2. Observasi.
Observasi adalah instrumen lain yamg sering dijumpai dalam penelitian pendidikan. Dalam penelitian kuantitati, instrumen observasi sering digunakan sebagai alat pelengkap instrument lain termasuk kuesioner dan wawancara. Dalam observasi lebih banyak menggunakan salah satu dari panca indra yaitu indra penglihatan.
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatuproses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah perose-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama model pembelajaran berbasis masalah berlangsung. Adapun lembar observasi yang digunakan ialah:
a. Lembar observasi aktivitas guru
Lembar observasi ini disusun untuk mengamati aktivitas guru, seperti menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, membimbing siswa dan sebagainya. Disamping itu instrumen ini berguna untuk mengetahui apakah model pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan guru benar-benar sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah yang telah disusun dalam RPP
b. Lembar observasi aktivitas siswa
Lembar observasi ini disusun untuk mengamati aktivitas siswa, seperti bertanya, mengemukakan pendapat dan sebagainya
3. Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
Teknik pengumpulan data dengan angket ini dilaksanakan dengan memberikan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai respon siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah





I. METODE ANALISIS DATA.
Analisis data pada penelitian ini ada dua bentuk, yaitu:
1. Analisis kuantitatif
Pada penelitian ini analisis kuantitatif akan dilakukan pada data-data kuantitatif sebagai berikut:
a. Analisis hasil tes tulis
Untuk mengetahui hasil belajar siswa, data yang didapat dari tes tulis berupa post-tes, akan dianalisis untuk mengetahui berapa prosen hasil belajar siswa individu dan kelas yang telah diperoleh setelah pembelajara.
Berdasarkan kurikuum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang saat ini dipergunakan, setiap sekolah harus menetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) permata pelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan intake siswa, kompleksitas, dan daya dukung.
Setelah mempertimbangkan tiga hal tersebut, KKM mata pelajaran matematika yang ditetapkan di MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang adalah 65, dengan demikian dalam penelitian ini siswa dikatakan tuntas secara individu jika telah mencapai skor tes 65. Sedangkan persentase ketuntasan siswa secara klasikal dapat dihitung dengan rumus.
persentase ketuntasan klasikal =
siswa dikatakan tuntas secara klasikal jika diperoleh persentase ketuntasan siswa secara klasikal sebesar ≥ 80%
b. Analisis angket respon siswa
Data respon siswa dari angket dianalisis dengan cara menghitung tiap jumlah butir soal dalam prosentase dengan perhitungan.
Prosentase respon siswa = × 100%
Keterangan:
Æ© = jumlah frekuensi jawaban tiap aspek
Æ©f = jumlah frekuensi responden



2. Analisis kualitatif
Pada penelitian ini analisis kualitatif yang datanya diambil melalui metode observasi. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas guru dan siswa selama diterapkan model pembelajaran berbasis masalah, data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif dengan cara data yang diperoleh dari pengamatan akan diambil kesimpulan sesuai dengan kategori aktivitas guru dan siswasebagai berikut:
a) Selalu : bila aspek yang diamati muncul > 3 kali
b) Sering : bila aspekyang diamati muncul 2 – 3 kali dan periodik
c) Jarang : bila aspek yang diamati muncul 1 – 2 kali tapi tidak periodik
d) Tidak pernah :. bila aspek yang diamati tidak muncul sama sekali

BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN PENELITIAN

Hasil penelitian ini dibuat berdasarkan data yang telah diperoleh dari kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan di kelas VIII MTs Rihlatut Thullab Taddan Camplong Sampang.
Selama pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan terhadap aktivitas guru serta aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat yaitu guru bidang studi matematika kelas IX MTs Rihlatut Thullab Taddan dan pengamat dari mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi data hasil aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), data hasil aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), dan data hasil belajar siswa yang dianalisis dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), serta respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning).


A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel. 4.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tanggal Alokasi Waktu Kegiatan Materi
Senin
6-12-2010 07.00 – 08.20
Pertemuan I Teorema Pythagoras
Menghitung Panjang Sisi Segitiga Siku-siku.
Menggunakan Teorima Pythagoras pada Bangun Datar
Kamis
9-12-2010 10.00 - 11.20 Pertemuan II Tiga bilangan yang merupakan Tripel Pythagoras
Menentukan jenis segitiga jika diketahui panjang sisi-sisinya
Kamis
9-12-2010 13.00 - 14.20 Post-tes dan Pengisian Angket Respon Siswa Pemberian Post-tes dan angket respon siswa


2. Pelaksanaan Post-Tes sebagai Tes Hasil Belajar
Setelah dilaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pokok bahasan Teorema Pythagoras. Peneliti mengadakan Post-tes sebagai tes hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah.
Adapun post-tes ini dilakukan sebagai penilaian hasil belajar siswa, post-tes dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2010 , post-tes dilaksanakan pada tambahan jam sejak pukul 13.00, hingga pukul 14.20, post-tes dilaksanakan didalam kelas dan di awasi oleh guru mata pelajaran matematika.

B. Analisis Data
1. Aktivitas Guru
Data mengenai aktivitas guru diperoleh dari lembar observasi aktivitas guru yang telah dicatat oleh seorang pengamat aktivitas guru. Data hasil lembar observasi aktivitas guru tersebut di peroleh rincian sebagai berikut:


Tabel. 4.2
Aktivitas Guru dalam Melaksanakan Model Pemelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
No Kegiatan yang Diamati Frekuensi Kategori
Pertemuan I Pertemuan II
1 Menyampaikan infomasi 6 5 Selalu
2 Mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah 2 3 Sering
3 Mendorong siswa untuk berdiskusi 2 3 Sering
4 Membuat kelompok 1 1 Jarang
5 Memberi masalah 1 2 Jarang
6 Mendengarkan penjelasan siswa 4 4 Selalu
7 Memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan 2 3 Sering
8 Memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa 3 1 Sering/ Jarang
9 Memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan 2 3 Sering
10 Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan 2 1 Jarang

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa pada pertenuan pertama guru selalu menyampaikan infomasi, dan mendengarkan penjelasan siswa. Dan hal yang sering dilakukan guru, yaitu: mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. Sedangkan aktivitas guru yang jarang dilakukan adalah membuat kelompok, memberi masalah,. dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan
Pada pertemuan kedua guru juga selalu menyampaikan infomasi, dan mendengarkan penjelasan siswa. Dan hal yang sering dilakukan guru, yaitu: mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. Sedangkan aktivitas guru yang jarang dilakukan adalah membuat kelompok, memberi masalah, memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

2. Aktivitas Siswa
Data mengenai aktivitas siswa diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa yang telah dicatat oleh seorang pengamat aktivitas siswa. Data hasil lembar observasi aktivitas siswa tersebut di peroleh rincian sebagai berikut:
Tabel. 4.3
Aktivitas Siswa dalam Melaksanakan Model Pemelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
No Kegiatan yang Diamati Frekuensi Pertemuan I Frekuensi Pertemuan II Kategori
Siswa Siswa
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru 7 8 8 7 6 8 5 7 6 7 Selalu
2 Menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa 5 6 6 5 5 4 7 7 6 5 Selalu
3 Menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah 2 3 3 2 3 3 1 3 2 2 Sering/ Jarang
4 Melakukan diskusi 3 3 3 4 3 2 3 4 4 3 Sering
5 Memberi pertanyaan kepada teman atau guru 1 2 2 2 2 1 3 3 3 3 Jarang/ Sering
6 Menyampaikan pendapat / ide kepada teman atau guru 2 1 2 3 1 4 1 3 4 2 Jarang/ Sering
7 Menarik kesimpulan 2 0 1 0 1 2 1 1 1 2 Tidak pernah/ jarang

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa pada pertenuan pertama kegiatan yang selalu dilakukan siswa antara lain adalah mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa. Hal yang sering dilakuka oleh siswa pada proses pembelajaran berlangsung, yaitu: menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan melakukan diskusi. Dan yang jarang dilakukan siswa adalah memberi pertanyaan kepada teman atau guru, dan menyampaikan pendapat/ ide kepada teman atau guru. Sedangkan hal yang tidak pernah dilakkan siswa, yaitu: menarik kesimpulan.
Pada pertemuan kedua kegiatan yang selalu dilakukan siswa adalah mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa. Hal yang sering dilakuka oleh siswa adalah melakukan diskusi, memberi pertanyaan kepada teman atau guru, dan memberi pertanyaan kepada teman atau guru. Sedangkan hal yang jarang dilakukan siswa adalah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan menarik kesimpulan.
3. Hasil Belajar Siswa
Setiap aktivitas pembelajaran disekolah, pada akhirnya akan sampai pada aktivitas mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dengan melalui sebuah tes. Tes tersebut disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai yang telah direncanakan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Data mengenai hasil belajar siswa diperoleh dari hasil Post-Tes yang diikuti oleh 45 siswa dan hasil tes tersebut dianalisis dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa.
Ketuntasan belajaran adalah tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang dicapai siswa terhadap sub materi pokok pembahasan Teorema Pythagoras. Ketuntasan belajar dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan kebijakan sekolah, yang menyatakan bahwa siswa dinyatakan berhasil (tuntas) dalam belajar apabila mencapai nilai ≥ 65, sedangkan siswa dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar secara klasikal apabila terdapat minimal 80% siswa yang tuntas dalam belajar.
Tabel. 4.4
Ketuntasan Belajar Siswa pada Post-Tes
No Absen Skor Ketuntasan No Absen Skor Ketuntasan
1 70 T 24 85 T
2 80 T 25 65 T
3 50 TT 26 55 TT
4 100 T 27 75 T
5 75 T 28 78 T
6 97 T 29 75 T
7 85 T 30 72 T
8 100 T 31 67 T
9 100 T 32 80 T
10 100 T 33 75 T
11 85 T 34 80 T
12 85 T 35 63 TT
13 100 T 36 80 T
14 72 T 37 80 T
15 82 T 38 80 T
16 100 T 39 70 T
17 93 T 40 63 TT
18 75 T 41 50 TT
19 85 T 42 67 T
20 100 T 43 85 T
21 35 TT 44 70 T
22 65 T 45 65 T
23 80 T

Keterangan: T = Tuntas
TT = Tidak Tuntas
KKM = 65
Deskripsi Hasil Belajar Siswa Disajikan dalam Tabel Berikut:
Tabel. 4.5
Deskripsi Hasil Belajar Siswa pada Post-Tes
Keterangan Jumlah Jumlah
Jumlah siswa
Jumlah siswa yang tuntas
Jumlah siswa yang tidak tuntas
Prosentase siswa yang tuntas
Prosentase siswa yang tidak tuntas 45
39
6
86,67%
13,33%

Dari tabel ketuntasan belajar siswa pada Post-Tes diatas, terlihat bahwa dari 45 siswa, 39 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak tuntas. Dan dari tabel deskripsi hasil belajar siswa pada Post-Tes diatas, dapat disimpulkan bahwa Prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat di nyatakan tuntas, karena lebih besar dari 80% , yaiu 86,67%. sedangkan prosentase siswa yang tidak tuntas adalah 13,33%.

4. Respon Siswa
Angket respon siswa diberikan pada hari kamis tanggal 9 Desember 2010 dengan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning) pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Data dari angket digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based learning) ini. Dari data yang diperoleh kemudian diklasifikasikan dengan katagori sebagai berikut:
 Jika siswa yang memberikan respon setuju/ ya lebih besar dari pada siswa yang memberikan respon (menjawab) tidak, maka dapat dikategorikan siswa memberikan respon positif dan mendukung pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) ini.
 Jika sebaliknya jumlah siswa yang memberikan respon setuju/ ya lebih kecil dari pada siswa yang menjawab tidak, maka dapat dikategorikan siswa memberikan respon negatif.



Data hasil jawaban yang termuat dalam angket respon siswa diperoleh rincian sebagai berikut:
Tabel. 4.6
Hasil Angket Respon Siswa Terhadap Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
No Pertanyaan Kategori Jawaban
Ya Tidak
1 Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini merupakan hal baru bagi anda? 100% - Positif
2 Apakah anda senang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah? 84,4% 15,6% Positif
3 Apakah materi teorema pythagoras yang disampaikan dengan model pembelajaran berbasis masalah mudah dipahami? 91,1% 8.9% Positif
4 Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini membuat anda semakin aktif? 46,7% 53,3% Negatif
5 Apakah suasana saat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah menyenangkan? 55,6% 44,4% Positif
6 Apakah anda berminat mengikuti pembelajaran matematikan dengan model pembelajara berbasis masalah lagi? 68,9% 31,1% Positif
7 Apakah anda setuju jika pembelajaran matematika selanjutnya menggunakan model pembelajara berbasis masalah? 91,1% 8.9% Positif
8 Apakah anda setuju jika model pembelajaran berbasis masalah digunakan dalam mata pelajaran lain? 62,2% 37,8% Positif

Dari tabel diatas diperoleh tujuh butir pertanyaan yang respon siswa positif, dan hanya satu butir pertanyaan dengan respon negatif. Respon siswa yang positif mengenai: Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini merupakan hal baru bagi anda, Apakah anda senang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah, Apakah materi teorema pythagoras yang disampaikan dengan model pembelajaran berbasis masalah mudah dipahami, Apakah suasana saat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah menyenangkan, Apakah anda berminat mengikuti pembelajaran matematikan dengan model pembelajara berbasis masalah lagi, Apakah anda setuju jika pembelajaran matematika selanjutnya menggunakan model pembelajara berbasis masalah, dan terakhir Apakah anda setuju jika model pembelajaran berbasis masalah digunakan dalam mata pelajaran lain. Sedangkan respon yang negatif hanya satu poin saja, yaitu pada poin empat mengenai: Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini membuat anda semakin aktif.

BAB V
PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

A. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Aktivitas Guru
a. Pertemuan I
Dari Tabel. 4.2 tentang aktivitas guru dalam melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang jarang dilakukan adalah membuat kelompok, memberi masalah dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan. Aktivitas membuat kelompok, dan memberi masalah hanya dilakukan satu kali pada pertemuan pertama ini
Aktivitas yang sering dilakukan guru, yaitu: mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan sering dilakukan guru karena guru ingin membuat siswa mamdiri/ bisa menemukan jawaban sendiri dari masalah yang diberikan guru.
Aktivitas menyampaikan infomasi, dan mendengarkan penjelasan siswa merupakan hal yang selalu dilakukan guru. Mendengarkan penjelasan siswa selalu dilakukan karena guru ingin mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap materi pelajaran.
b. Pertemuan II
Dari Tabel. 4.2 tentang aktivitas guru dalam melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang selalu dilakukan adalah menyampaikan infomasi, dan mendengarkan penjelasan siswa untuk mengetahui seberapa besar siswa bisa menangkap materi pelajaran yang disampaikan.
Hal yang sering dilakukan guru, yaitu: mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah, mendorong siswa untuk berdiskusi, memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. Memantau kerja siswa dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan sering dilakukan agar siswa terarah dalam menyelesaikan masalah, dan memberi kesempatan siswa untuk bertanya/ menjawab pertanyaan. untuk menumbuhkan keberanian siswa dalam menyampaikan ide/ pendapatnya.
Sedangkan aktivitas guru yang jarang dilakukan adalah membuat kelompok, memberi masalah, memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan. Mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan dan memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, hanya dilakukan satu kali pada pertemuan pertama ini karena waktunya pada akhir, gurunya sudah terlihat capek.
c. Perbandingan antara Pertemuan I dan Pertemuan II
Pada pertemuan pertama aktivitas yang sering dilakukan guru adalah memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan.

2. Aktivitas Siswa
a) Pertemuan I
Dari tabel 4.3 tentang aktivitas siwa dalam melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), terlihat bahwa pada prtemuan pertama yang selalu dilakukan siswa antara lain: mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa. Siswa harus mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa agar siswa mudah dalam menyelesaikan masalah yang diberikan guru.
Kegiatan yang sering dilakukan siswa adalah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan melakukan diskusi. Dan yang jarang dilakukan siswa adalah memberi pertanyaan kepada teman atau guru, dan menyampaikan pendapat/ ide kepada teman atau guru karena siswa masih belum ada keberanian untuk menyampaikan pendapatnya. Sedangkan hal yang tidak pernah dilakkan siswa, yaitu: menarik kesimpulan.
b) Pertemuan II
Dari tabel 4.3 tentang aktivitas siwa dalam melaksanakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning), dapat disimpulkan bawa kegiatan yang selalu dilakukan siswa adalah mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru, dan menbaca/ memahami masalah kontekstual dibuku/ LKS siswa agar siswa lebih mudah memahami materi pelajaran.
Kegiatan yang sering dilakuka oleh siswa adalah melakukan diskusi, memberi pertanyaan kepada teman atau guru, dan memberi pertanyaan kepada teman atau guru. Sedangkan kegiatan yang jarang dilakukan pada pertemuan kedua ialah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan menarik kesimpulan. menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah, dan menarik kesimpulan jarang dilakukan sebab siswa sudah ada keberanian untuk menyampaikan pendapatnya.

c) Perbandingan antara Pertemuan I dan Pertemuan II
Pada pertemuan pertama siswa aktivitas menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah sering dilakukan, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan. Dan aktivitas yang tidak pernah dilakukan siswa pada pertemuan pertama ialah menarik kesimpulan, manun peremuan kedua siswa melakukan aktivitas itu. Sedangkan pada pertemuan pertama aktivitas memberi pertanyaan kepada teman atau guru dan menyampaikan pendapat / ide kepada teman atau guru jarang dilakukan, tapi pertemuan kedua aktivitas itu sering dilakukan.

3. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar siswa dianalisi berdasarkan data hasil post-tes. Dari hasil analisis post-tes, diperoleh dari tabel 4.4 mengenai ketuntasan belajar siswa pada Post-Tes. Terlihat bahwa dari 45 siswa yang mengikuti post-tes, 39 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak tuntas.
Sedangkan dari tabel 4.5 tentang deskripsi hasil belajar siswa pada Post-Tes. Dapat disimpulkan bahwa Prosentase siswa yang tidak tuntas adalah 13,33%. Sedangkan prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat di nyatakan tuntas, karena lebih besar dari 80% , yaiu 86,67%.


4. Respon Siswa
Dari tabel 4.6 mengenai hasil angket respon siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Dapat dilihat bahwa respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) untuk katagori positif berjumlah tujuh butir pertanyaan. Untuk katagori negatif hanya berjumlah satu butir pertanyaan saja. Maka dapat disimpulkan bahwa respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah positif dan mendukung pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) ini.

B. Diskusi Hasil Penelitian
Metode digunakan sebagai suatu cara dalam menyampaikan pesan atau materi pelajaran kepada siswa. Metode mengajar yang tidak tepat akan menjadi penghalangi kelancaran jalannya proses belajar mengajar sehingga banyak waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia. Oleh karena metode yang diterapkan guru berhasil, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Semakin baik pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai semakin efektif. Hal ini menunjukkan guru atau pendidik dapat memilih metode yang tepat yang sesuai dengan tujuan pelajaran yang akan dicapai. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan salah satu metode yang tepat dipilih untuk mencapai tujuan pendidikan dalam hal ini adalah pelajaran matematika pada pokok bahasan teorema Pythagoras.
Berdasarkan hasil penelitian aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada pokok bahasan teorema Pythagoras, dapat dikatakan efektif. Karena proses pembelajarannya berjalan dengan baik ditandai dengan terlaksananya setiap tahap atau langkah pada pembelajaran yang disesuaikan dengan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Hasil belajar siswa yang diperoleh dari hasil analisis post-tes sangat membanggakan, dikarenakan berdasarkan prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal melebihi kebijakan dari sekolah yang menetapkan siswa dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar apabila mencapai ≥ 65. Sedangkan secara klasikal apabila terdapat minimal 80% siswa yang tuntas dalam belajar.
Dari data angket yang telah dianalisis bahwa respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dikatakan positif, sebab untuk katagori respon positif berjumlah tujuh butir pertanyaan. Untuk katagori negatif hanya berjumlah satu butir pertanyaan saja, yaitu Apakah pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah ini membuat anda semakin aktif, yang menjawab setuju/ ya hanya 46,7%.


BAB VI
PENUTUP


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada siswa kelas VII MTs Rihlatut Tullab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan analisis aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat diketahui bahwa pada pertemuan pertama aktivitas guru yang sering dilakukan adalah memberikan penguatan dan motivasi kepada siswa, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan.
2. Berdasarkan analisis aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada pertemuan pertama ialah menyelesaikan masalah/ menemukan cara dan jawaban masalah sering dilakukan, namun pada pertemuan kedua aktivitas itu jarang dilakukan. Dan aktivitas yang tidak pernah dilakukan siswa pada pertemuan pertama ialah menarik kesimpulan, manun peremuan kedua siswa melakukan aktivitas itu. Sedangkan pada pertemuan pertama aktivitas memberi pertanyaan kepada teman atau guru dan menyampaikan pendapat / ide kepada teman atau guru jarang dilakukan, tapi pertemuan kedua aktivitas itu sering dilakukan.
3. Berdasarkan hasil post-tes yang dianalisis dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mengetahui hasil belajar siswa. Terlihat bahwa dari 45 siswa, 39 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak tuntas. Dan dari tabel 4.5 tentang deskripsi hasil belajar siswa pada Post-Tes, dapat disimpulkan bahwa Prosentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dapat di nyatakan tuntas, karena lebih besar dari 80% , yaiu 86,67%. sedangkan prosentase siswa yang tidak tuntas adalah 13,33%.
4. Berdasarkan hasil data angket siswa menunjukkan bahwa respon siswa dikatakan positif. Hal ini dikarenakan respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) untuk katagori positif berjumlah tujuh butir pertanyaan. Dan siswa mendukung pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) ini.







B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) pada siswa kelas VII MTs Rihlatut Tullab Taddan Camplong Sampang pokok bahasan teorema phytagoras, penulis dapat menyarankan:
1. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) ini bisa digunakan sebagai alternatif lain di dalam menyampaikan pokok bahasan teorema phytagoras.
2. Subyek penelitian terbatas pada siswa kelas VIII, sehingga untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih representatif maka lebih baik dilakukan penelitian pada sekolah lain yang lebih baik dari segi kualitasdan mutu sekolah.
3. Bagi guru yang akan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) ini sebaiknya memperhatikan dan mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Guru juga hendaknya benar-benar mempersiapkan waktu dengan baik, menguasai materi, bisa mengelola kelas dengan baik, dan mampu bertindak cepat untuk bisa menyiasati kondisi di luar kegiatan yang sudah direncanakan.



DAFTAR PUSTAKA



Arends, Ricard I. 2008. Learning To Teach “Belajar Untuk Mengajar” edisi 7. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Arikunto DR. Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta,
Arifin, Zaenal. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan Filosofi Teori & Aplikasi. Surabaya : Lentera Cendikia
Dimyati dan Mudjiono 1999. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta,
Ibrahim, Muslimin dan Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA.
Irianto, Bambang dan Rahmat Kamil. 2005. Matematika 2 untuk SMP / MTs kelas VIII, Bandung: Acarya Media Utama.
Hasbullah 1997. dasar-dasar ilmu pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo persada,
Hasibuan, J.J dan Moedjiono2006. proses belajar mengajar, Bandung: PT remaja rosada karya Offset.
Mansur Muslich, 2008. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar pemahaman dan pengembangan, Jakarta: PT. Bumi Aksara,
Mustaji, dan Sugiarso. 2005. Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik Penerapan Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya.
Nana Sudjana 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 1991. Didaktik Asas-asas mengajar, Bandung: Jeammars.
Oemar Hamalik, 2001. kurikulum dan pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara,
Oemar Hamalik, 2006. Proses Belajar mengajar, Bandung : Bumi Aksara,
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan). Jakarta : Kencana.
Sardiman, A.M. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sardiman, A.M. 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.
Soedijarto, 1997. Menuju Pendidikan Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta : Balai Pustaka.
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta
Tatag Yuli Eko Siswono dan Sutinah, 2005. Insrtumen Dan Perangkat Penelitian Tindakan Kelas, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya,
Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi Dan Pengukuran: Analisis Di Bidang Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Whiterington, 1991. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Renika Cipta.
Wittaker, O James.1987. Terjemah Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Renika Cipta.

Rabu, 23 Maret 2011

SOSOK ORIENTALISME DAN KIPRAHNYA


Snouck Hurgronje harus berpura-pura masuk Islam untuk menjauhkan kaum Muslim dengan Islam.  Begitu cara orientalis [bagian kedua habis]
Hidayatullah.com--"Adalah kewajiban kita untuk membantu penduduk negeri jajahan -maksudnya warga Muslim Indonesia- agar terbebas dari Islam". Demikian ujar Snouck tahun 1876, saat menjadi mahasiswa di Leiden.
Untuk merobah wajah Islam, Snouck sampai berpura-pura masuk Islam.  Snouck pernah menulis laporan panjang yang berjudul kejahatan-kejahatan Aceh. Laporan ini kemudian jadi acuan dan dasar kebijakan politik dan militer Belanda dalam menghadapai masalah Aceh.
Snouck pernah menegaskan bahwa Islam harus dianggap sebagai faktor negatif, karena dialah yang menimbulkan semangat fanatisme agama di kalangan Muslimin. Pada saat yang sarna, Islam membangkitkan rasa kebencian dan permusuhan rakyat Aceh terhadap Belanda. Jika dimungkinkan "pembersihan" 'Ulama dari tengah masyarakat, maka Islam takkan lagi punya kekuatan di Aceh. Setelah itu, para tokoh-tokoh adat bisa menguasai dengan mudah.
Sambil berpura-pura masuk Islam, Snouck juga tetap melakukan korespondensi dengan gurunya Theodor Noldekhe, seorang orientalis Jerman terkenal. Dalam suratnya, Snouck pernah menegaskan bahwa keislaman dan semua tindakannya adalah permainan untuk menipu orang Indonesia demi mendapatkan informasi.
"Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satulnya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik. " Siapa Snouck?
Christian Snouck Hurgronje (1857-1936)
Orientalis ini banyak dikenal masyarakat Indonesia. Lahir di Belanda, Snouck meraih gelar sarjananya di Fakultas Teologi, Universitas Leiden.  Keudian ia melanjutkan ke jurusan sastra Semitik dan meraih doktor, ketika umur 23 tahun (24 November 1880).
Disertasinya tentang 'Perjalanan Haji ke Mekah', 'Het Mekkanche Feest'. Tahun 1884 ia pergi ke Jedah sampai 1885, dan bersiap-siap untuk masuk ke Mekah.  Snouck kemudian berpura-pura masuk Islam, agar bisa ke Mekah dan menjalankan ibadah haji.  Tapi enam bulan kemudian ia diusir karena terbongkar jati dirinya.
Ia kemudian kembali ke Belanda sebagai lektor di Universitas Leiden hingga tahun 1887.  Lalu ia tinggal di Indonesia, sebagai jajahan Belanda hingga 17 tahun, dengan kedudukan sebagai penasehat pemerintah Belanda.  Ia menulis karyanya yang berjudul 'Makkah' dalam bahasa Jerman, dua jilid (1888-1889).  Selain itu, ia juga menulis 'De Atjehrs' (Penduduk Aceh) dalam dua jilid (1893-1894).
Dalam disertasinya yang berjudul 'Het Mekkanche Feest', Snouck menjelaskan arti ibadah haji dalam Islam, asal usul dan tradisi yang ada di dalamnya.  Ia mengakhiri tulisan dengan menyimpulkan bahwa haji dalam Islam merupakan sisa-sisa tradisi Arab Jahiliyah. (Mustolah Maufur, hal. 53).  Pendapat Snouck memang mirip dengan Goldziher yang mencoba menarik-narik pengaruh tradisi Jahiliyah, Kristen dan Yahudi ke Islam.  Snouck bahkan lebih jauh mencoba mengeliminir Islam hanya menjadi agama ritual, ibadah khusus belaka. Dan 'mengkiritk' umat Islam yang membawa-bawa Islam ke arah perjuangan politik.
Louis Massignon (1883-1963)
Ia adalah orientalis terkemuka berasal dari Perancis. Louis banyak belajar dari tokoh-tokoh orientalis terkenal, seperti Goldziher, Hurgronje dan Le Chatelle orientalis dari Perancis.  Ia pernah mengujungi dunia Islam selama tiga tahun sampai 1954. Di Baghdad, ia mengadakan misi penelitian dan penggalian arkeologis dan berhubungan baik dengan tokoh Iraq Al Alusi.  Pada tahun 1906-1909 ia pergi ke Mesir dan belajar di Universitas Al Azhar.  Pada tahun 1912 ia mengajar filsafat disitu dan diantara pengagumnya adalah Dr. Thaha Husein  Di Timur Tengah saat itu ia juga menjadi perwira militer pada kantor Gubernur Jenderal Perancis di Suria dan Palestina.  Pengalamannya di dunia Islam itu menjadikannya orientalis yang sangat memahami politik di dunia Islam.
Tahun 1922 ia kembali ke Paris untuk menyelesaikan program doktornya di Universitas Sorbonne.  Ia menulis disertasi mengenai tasawuf Islam dengan judul "La Passion d' al Hallaj, Martyr Mystique de l'Islam" (Derita Al Hallaj, Sang Sufi yang Syahid dalam Islam).
Bila para ulama Islam mengkafirkan al Hallaj, maka Massignon memujinya sebagai seorang saleh yang syahid. Cerita Al Hallaj versi Massignon ini banyak diambil oleh para aktivis Islam Liberal di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Massignon selain mengkaji Islamologi, ia juga menjadi pembimbing rohani pada perkumpulan missionarisme Perancis di Mesir.  Ia berusaha keras memasukkan misi Kristen pada program-program pemerintah Perancis di tanah jajahannya di Timur Tengah.  Bahkan ia berusaha –sebagaimana Goldziher—memasukkan unsur-unsur Katolik dalam Islam.  Dimana ia menyamakan penghormatan kaum Muslim kepada Fatimah sebagaimana pemujaan Katolik ke 'Bunda Maria'.  Ia menulis sejumlah karya : Yesus dalam Injil menurut Al Ghazali (1932), Al Mutanabbi dan Masa Dinasti Ismailiyah dalam Islam (1935), Sejarah Ilmu Pengetahuan di Kalangan Bangsa Arab (1957) dan lain-lain.
Massignon juga berusaha mempengaruhi rakyat Afrika Utara agar menerima niat baik politik Perancis di wilayah itu.  Aliran sufi dan mistik ini banyak dianut oleh rakyat Afrika Utara dan itu sangat menguntungkan pemerintah Perancis.  Ia berusaha menyakinkan rakyat Afrika Utara agar menjadi bagian dari tanah Perancis.
Selain orientalis-orientalis yang disebutkan di atas, sebenarnya masih banyak lagi orientalis lain yang pengaruhnya besar bagi dunia Islam.  Seperti J. Arberry, Arthur Jeffery, Montgomery Watt dan lain-lain. Orientalis masa kini pun tak kalah banyaknya dengan zaman dahulu.  Bahkan kini mereka mendirikan 'Islamic-Islamic Studies' di Barat, untuk mendidik anak-anak cerdas Islam agar mengikuti jejak mereka.  Diantara tokoh yang terkenal adalah Wilfred C Smith dan Leonard Binder.  Kini, ada beberapa orientalis yang dikenal cukup akomodatif dengan Islam, meski masih ada bias-bias dalam tulisannya.  Seperti John L Esposito dan Karen Amstrong.  Esposito, meski banyak melahirkan karya-karya yang membela Islam, tapi ia tetap memberi cap kepada Sayyid Qutb dan Al Maududi sebagai tokoh "Islam Radikal".  Karen Amstrong menyamakan "Islam Fundamentalis" dengan Kristen Fundamentalis dan Yahudi Fundamentalis. Dan itulah yang dirujuk dan dipuja-puja kaum liberal untuk melihat Islam. [Nuim Hidayat, dari berbagai sumber

Senin, 14 Maret 2011

Islam Vs Kristen


PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Almamdulullah
Setelah kian lama cita-cita hendak menjadikan sesuatu bahan bacaan tidak kunjung terlaksana, maka dalam suasana gelora jihad kaum Muslimin ditanah-air diarahkan kepada mempertahankan kesucian agama Islam dari kegiatan umat Kristen/katolik yang terus-menerus berusaha untuk mengkristenkan semua orang termasuk kaum Muslimin yang sudah memeluk agama Islam, maka di kota Pamekasan terjadilah suatu pertukaran pikiran antara saudara Abdullah (imam masjid “Taqwa” Pamekasan) dengan tuan J. Gulleson (warga Negara Amerika), seorang pendeta yang kurang –lebih dua tahun bertugas melaksanakan sebuah kristenisasi misi di Pamekasan, dengan dibantu oleh pendeta lain dari luar Negeri.
Mengikuti acara pembicaraan yang serius kadang-kadang ketegangan demi tegaknya kebenaran dalam membela agama Allah, mudah-mudahan para pembaca memperoleh suatu hikmah yang dapat menggugah semangat kaum Muslimin pada umumnya agar terus berjuang menegakkan agama Islam, berhadapan dengan tantangan demi tantangan dari manapun juga datangnya.
Mudah-mudahan usaha Yayasan Islam Study Club (ISC) Pamekasan ini akan bermanfaat kepada kita sekalian, dan sengan bantuan semua pihak yang bermaksud akan besama-sama menegakkan kebenaran Islam dimana saja mereka berada, pada waktu-waktu yang akan dating mudah-mudahan usaha ini akan dapat diteruskan degnan membuat acara-acar lain yang bermanfaat menuju ridlo Ilahi. Amin!

Pamekasan, Dzuljijjah 1387 H/Maret 1968
Yayasan ISC Pamekasan
Seksi Publikasi.



PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui, pada masa akhir ini kegiatan pihak Kristen dan Katolik sangatlah mencolok. Sekalipun Pemerintah dalam musyawarah antar Agama, mengajukan suatun rencana piagam yang berbunyi “saling membantu satu dengan lainnya, moril sprituil dan materil, dan berlomba-lomba untuk meyakinkan golongan Ateis untuk berkeprcayaan ketuhanan yang maha esa dan tidak menjadikan umat yang uudah beragam menjadi sasaran penyebaran agam masing-masing”.
Kita kethui pula, bahwa Diktum diatas tidak diterima oleh pihak Katolik dan Kristen. Maka oleh karena itu kegiatan dakwah mereka sesudah adanya musyawarah itu tidak berkurang bahkan lebih intensif lagi.
Sehubungan dengan hal inilah maka pada minggu ketiga bulan Pebruari ini kalangan pejabat c.q. Muspida, kepala-kepala jabatan sipil dan ABRI serta tokoh-tokoh masyarakat yang beragama Islam di Pamekasan, kurang-lebih senanyak 70 orang mendapat pandangan ceramah dari Pendeta J. Gulleson (Amerika).
Dalam brosur ini akan saya ketengahkan isi ceramah itu secara singkat serta pertukaran pikiran antara saya dengan pentaarjamah pendeta-pendeta lainnya.
Semoga dengan adanya risalah ini yang saya susun menurut bentuk aslinya degnan format Tanya-jawab dapatlah saudara memperoleh gambaran yang riil (hidup) seolah-olah saudara sendiri berhadapan dengan mereka. Lebih dari itu kiranya pertukaran pikiran ini bias juga dipakai sebagai pedoman dalam menghadapi kegiatan umat Kristen atau Katolik itu.
Sekalipun saya berusaha sedapat mungkin untuk memaparkan peristiwa itu berdasarkan catatan yang ada serta mengingatkan kembali tentang suasana ceramah itu, mungkin masih terdapat kekurangan disana-sini. Olehkarena itu saya mohon maaf dan pengertian yang wajar.
Kepada saudara Mudhar Tamim (Staf Penerangan Agama Kab. Pamekasan), M. Yusuf (wakil dari KUA Kab. Pamekasan) dan Taha Bauzir (Guru Bahasa Inggris SPG Neg. Pamekasan), yang menyaksikan serta menyertai pertukaran pikiran itu, dan sudi meneliti isi dari brosur ini, saya sampaikan penghargaan serta ucapan terimakasih yang tulus ikhlas.
Akhrnya saya doakan semoga Allah SWT. Senantiasa melimpahkan taufiq dan hidayahnya kepada kita dalam menegakkan kebenaran berdasarkan Islam. Amin!

Wassalam
Pamekasan, 27 Dzulhijjah 1387/26 Maret 1986.
Penyusun
Abdullah




















CERAMAH KRISTEN DI PAMEKASAN
Waktu             : Jam 20.00 s/d 23.15
Tanggal           : 24 Pebruari 1986
Tempat            : Rumah Pendeta J. Gulleson, Jl. Purba 3 Pamekasan
Hadir               : undangann kurang-lebih 70 orang Islam.
Penceramah     :
  1. Len Moules (Inggris), menjalankan misinya di Hindia Utara, dan sekarang menjadi kordinator persekutuan Injil Internasional yang berpusat di London.
  2. Les Brierly (Inggris), menjalankan misi di Afrika Barat selama 15 tahun, dan sekarang menjadi sekretaris perkembangan persekutuan Injil internasional, dan dia sudah mengunjugni lebih dari 50 negara.
Penarjamah      :
  1. Walter Mohr (Kanada), Pendeta di Madiun (Jawa).
  2. Jeff Gulleson (Amerika), Pendeta di Pamekasan (Madura)
Debator           : Abdullah (guru bahasa inggris di SMA dan menjadi Imam Masjid Taqwa Pamekasan).
Tema               : Tujuan Agama Kristen di Dunia berdasarkan azas al-Kitab (Injil).
a.       Len Moules (penterjemah) : J. Gulleson ; dari hasil perjalanan/ pengalamannya setelah mengelilingi berbagai negeri disimpulakn, bahwa keadaan umat manusia dewasa ini diliputi oleh kekacauan, bukti/contoh :
1.      Di Inggris (mayoritas Protestan) akhir-akhir ini berdasarkan statistic terjadilah perceraian yang sangat mncolok sampai mencapai ribuan (padahal injil sangat mengutuk perceraian, debator).
2.      Di India dilanda kelaparan sekalipun korban kematian itu terjadi ditengah-tengah kemewahan kaum hartawan (acuh tak acuh).
3.      Di Jepang banyak pemuda-pemudi bunuh diri akibat patah hati.
4.      Korban berjatuhan di Vietnam Utara dan Israel akibat peperangan (pengetahuan tehnik yang sangat maju hanya dipakaiy untuk membinasakan umat manusia).
Maka untuk mengatasi kekacauan umat ini Len Moules berkeyakinan, bahwa hal ini hanya bisa diatasi kalau semua manusia berimankepada Yesus Kristus. Sebab Yesus Kristus itu pada hakekatnya Tuhan yang menjelma dalam dirinya. Baca al-Kitab : Rum 1 : 22 Yeheskill 36 : 25/27 Yahya 3 : 3/7.
b.       Les Briely (penerjamah : W. Mohr) : pada pokoknya menguatkan apa yang di terangkan oleh L. Moules dengan contoh (Fatwa).
Seseorang bisa mendapatkan “hati baru” kalau dia mengikuti Yesus Kristus. Yesus rela menderita dengan jalan di salib semata-mata untuk menebus dosa. Allah dalam Yesus Kristus adalah memperdamaikan dunia dengan dirinya. Lihat al-Kitab II Korintus 5 : 17/20.
Kemudian selesai ceramah J. Gulleson memberikan kesempatan bertanya sebagaimana dituturkan dibawah ini.


TANYA-JAWAB I
Keterangan:
LM      : Len Moules                                       JG        : Jeff Gulleson
LB       : Les Briely                                          A         : Abdullah
WM     : Walter Mohr`                                    MT      : Mudhar Tamim
A         : Tadi diterangkan oleh tuan, LM. Bahwa yesus adalah tuhan yang menjelam kedalam dirinya. Yakinkah tuan akan hal itu?
JG        : Benar
A         : Apa sebabnya?
JG        : Karena hal itu berdasarkan al-Kitab.
A         : baiklah. Benarkah Yesus di salib untuk menebus dosa?
JG        : Benar.
A         : Apa sebabnya?
JG        : Berdasarkan al-Kitab.
A         : Dosa siapa yang ditebus? Apakah semua manusia?
JG        : Ya.
A         : Termasuk Nabi Adam?
JG        : Ya
A         : Mengapa bisa terjadi, sebab Yesus itu kita kenal semenjak perhitungan tahun Masehi.
JG        : Karena Yesus itu sebemarnya tuhan, jadi adanya semenjak manusia belum ada; dia menjelma sebagai manusia pada saat tahun Masehi.
A         : Baiklah, itu kan hanya keyakinan umat Kristren. Apakah agama Kristen percaya kepada ketuhanan yang maha esa?
JG        : Ya
A         : Mengapa pada waktu Yesus di salib dia berkata “eli-eli lama sabaktani”. Apa artinaya itu? Percayakah tuan?
JG        : Artinya : tuhan, mengapa engkau meninggalkan saya?
Ya, saya percaya.
A         : Kalau begitu tuhan mana yang dipanggil oleh Yesus, kalau memang dirinya itu tuhan. Ini kan berarti bukan ketuhanan yang maha esa jadinya.
JG        : (terkejut/ bingung). Itu sulit diterangkan.
A         : Menurut saya, setidak-tidaknya ada dua oknum tuhan, sebab tidak mungkin tuhan memanggil tuhan kalau memang dia itu benar-benar esa.
JG        : (makin bingung). Itu sulit diterangkan, karena agama Kristen mempercayai ke esaan tuhan beradasarkan trinitas.
            A         : katakanlah saya percaya kepada trinitas. Tuhan bapak atau Ruhul kuduskah yang di panggil?
            JG        : Kalau tuan terus-menerus bertanya tentang tuhan, bisa jadi iman saya ini goyang.
            A         : Siapa yang menerangkan, bahwa tuhan menjelma dalam diri Yesus?
            JG        : Yahya (berdasarkan ceramah LM).
            A         : Siapa yang berkata, bahwa Yesus di salib karena hendak menebus dosa?
            JG        : Paulus (lihat II Korintas 5 : 17/20).
            A         : Siapa Paulus itu?
            JG        : Rasul yang mendapat wahyu melalui Ruhul kudus.
            A         : Tuan beriman kepada Paulus?
            JG        : Ya.
            A         : Bagi saya pribadi, Paulus meragukan, karena ajarannya bertentangan dengan Injil itu sendiri.
            JG        : Tidak mungkin.
            A         : Lihat Lukas 2 : 21. pada waktu Yesus berumur 8 hari ia di sunat. Benarkah itu?
            JG        : Benar.
A         : Bagaimana tentang tuan dan orang Kristen yang lain, apakah juga sunat seperti Yesus?
JG        : Tidak.
A         : Lho, katanya pengikut Yesus dan beriman kepada al-Kitab.
JG        : (bingung tak menjawab).
A         : Lihat Titus 1 : 10. Paulus berkata: siapa yang bersunat degil, pembohong. Tuan akuin perkataan Paulus ini?
JG        : Ya.
A         : Kalau begitu berdasarkan ajaran Paulus maka Yesus itu degil, pembohong dan penipu. Tuan ikut Paulus atau Yesus?
JG        : (bingung).
A         : Buka Galitia 5. Paulus berkata “baik dia bersunat atau tidak, sama-sama tidak membawa faedah bagi Yesus”. Tuan benarkan perkataan Paulus ini?
            JG        : Ya.
            A         : Kalau begitu berdasarkan perkataan Paulus : Yesus (tuhan) tidak berfaedah bagi Yesus (tuhan) bukan?
            JG        : (makin bingung dan pucat, karena imannya tambah goyang?).
Untuk mendinginkan suasana maka J. Gulleson dig anti oleh W. Mohr (Madiun).
WM     : Rupanya tuan ini lebih tau/mengerti al-Kitab dari pada tuan J. Gulleson.
Begini, tuan. Apa yang dikatakan tuan itu benar. Demikian pula perkataan Paulus tidak ada yang bertentangan, sebab didalam Injil yang lain disebutkan (Yahya) : Paulus berkata, bahwa ia menganjurkan seseorang yang pada asalnya beragama Yahudi untuk bersunat kalau hendak masuk Kristen (sesuai dengan Taurat).
A         : Setujukah tuan akan kebijaksanaan Paulus itu?
            WM     : Sudah tentu.
            A         : Kalau begitu maka dalam menjalankan syari’at Yesus Paulus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, bukan?
            WM     : Tepat sekali, memang demikian ajaran dalam Injil, yang satu menggenapkan yang lain. Jadi tidak bertentangan.
A         : Maka kesimpulan saya, andaikata Paulus masih hidup dan hendak menyiarkan ajaran Yesus dimadura dimana situasi dan kondisi orang Madura bersunat, maka ia akan menyunat tuan-tuan serta umat Kristen yang lain (dengan sendirinya).
WM     : (tercengang-cengang sambil ketawa kecut, hadirin ketawa.)
JG        : Ya, kalau rakyat Indonesia mau membunuh orang-orang yang tak bersunat.
A         : Tidak mungkin itu. Umat Islam memiliki toleransi yang besar. Seharusnyalah tuan itu bersunat kalau memang pengikut Yesus yang setia. Apakah tuan percaya terhadap kitab Taurat?
JG        : Ya.
            A         : Bagaimana kedudukannya dalam Injil?
JG        : menggenapkan.
            A         : Kalau tidak salah dalam Tauratpun di anjurkan untuk bersunat.
JG        : Demikianlah.
            A         : Meangapa tidak tuan laksanakan kalau memang Taurat menggenapkan? Tuan makan babi?
            JG        : Ya.
            A         : Kalau begitu tuan melanggar al-Kitab : lihat imamat 11:7. disitu ditegaskan, bahwa babi itu haram. Mengapa hukum ini di langgar oleh tuan dan orang Kristen lainnya?
JG        : (Bingung lagi). Memang kadang-kadang daging babi ada yang mengndunng penyakit.
A         : Kalau memang tuan itu hamba Tuhan (bukan hamba setan) dan tahu bahwa itu larangan maka seharusnyalah hal itu tuan jauhi/tinggalkan.
JG        : (Tidak memberi komentar).
A         : Karena tuan JG dan LM tidak dapat memberikan jawaban yang tepat, bolehlah saya berbicara langsung kepada tuan LM dan LB (dalam bahasa Inggris).
Kemudian JG dan WM menawarkan kepada coordinator dan sekretasnya, tetapi ditolak, karena sudah jauh malam dan payah.
Pada saat itu mulailah tampak dari hadirin untuk minta bicara, maka JG mempersilahkan saudara Mudhar Tamim (MT).
MT      : Sebenrnya banyak yang hendak saya tanyakan sebagaimana pertanyaan-pertanyaan saudara A. tetapi karena tuan dalam kebingungan, ssaya sarankan agar pertemuan ini ditunda dalam kesem[patan lain tuan bisa mengadakan lagi dengan persiapan yang matang. Abiklah saya sarankan pokok acaranya.
WM     : Itu adalah ide yang baik, tetapi kami banyak tugas dan jauh.
MT      : Saya kira soal jarak tidak penting kalau tuan memang bermaksud mencari kebenaran. Sepanjang pengetahuan saya memang Injil yang beredar sekarang banyak di jumpai pertentangan-pertentangan. Dalam hal-hal semacam inilah yang tidak dimengerti oleh umat Islam.
            JG        : Qur’an sendiri kan banyak juga yang seperti itu.
            A         : Coba tuan tunjukkan!
            JG        : Maaf, tuan maksud saya, orang Islam berpendapat, bahwa dalam al-Kitab banyak terdapat pertentangan.
            A         : mengapa pada malam ini tuan hanya mengundang pejabat/orang-orang Islam saja, dan tidak ada anggota jamaah tuan yang di undang?
WM     : Saya tidak tau. Saya tidak akan mengkristenkan tuan-tuan.
A         : Bukannya tidak mungkin tuan mengundang kami tanpa suatu maksud?
            WM     : Itu urusan tuan JG.
            JG        : Maaf,  saya tidak mau mengkristenkan tuan-tuan. Sebab kalau saya bermaksud begitu, mengapa yang biasa datang kemari justru orang-orang Cina.
            A         : Baiklah kalau rapat ini hendak ditutup, saya ingin berbicara sebentar dengan tuan. Tuan LM dan LB menerangkan, bahwa kekacauan didunia hanya bisa diatasi kalau orang mengikutu agama Kristen. Itu hak tuhan. Tetapi saya sebagai seorang Muslim perlu juga mengemukakan fatwa, bahwa dengan konsepsi Islam manusia bisa damai, bukan dengan Kristen. Drs. Agus Sujono (kini dosen Universitas Cendrawasih) adalah seorang Cina yang pernah memeluk agama Kong Hu TJu. Hindu, Kristen, akhirnya mendapatkan “hati baru” setelah masuk Islam. Demikian Mardiyah Hayati seorang gadis Cina masuk Islam karena suara Adzan yang mempesonakan dia. Suara tadi memberikan kedamaian didalam hatinya. Masih banyak contoh-contoh yang seperti itu. Jelaslah disini, bahwa menurut Islam damai itu bisa terasa kalau ia taat kepada al-Qur’an. Yang penting bagi saya, manakah diantara konsepsi ini yang benar? Mari kita diskusikan!
            JG        : Hari telah larut malam, tamu-tamu dan undangan juga payah,.
Hadirin! Teruskan!
            JG        : Menutup pertemuan dengan ucapan terimakasih, mudah-mudahan ada kesempatan lain yang seperti ini.








TANYA-JAWAB II
Waktu             : Jam 20.00 s/d 23.15
Tanggal           : 26 Pebruari 1986
Tempat            : Rumah Pendeta J. Gulleson, Jl. Purba 3 Pamekasan
Hadir               : 8 orang:
  1. Pendeta Len Moules
  2. Pendeta Lese Brierly
  3. Pendeta Walter Mohr
  4. Pendeta Jeff Gulleson
  5. Abdullah
  6. Mudhar Tamim
  7. M. Yusuf
  8. Taha Bauzir
Keterangan:
Pertemuan kedua ini berlangsung atas desakan A, karena ia tidak puas atas jawaban yang diberikan pada malam pertama. Pertukaran pikiran berlangsung dalam bahasa Inggris, karena LM tidak bias bahasa Indonesia.
A         : Apa yang dimaksud dengan Trinitas?
LM      : Tuan sendiri juga termasuk Trinitas.
A         : Apa maksudnya?
LM      : Bukankah tuan terdiri dari jasad, roh dan akal?
A         : Oh, itu juga di maksud Trinitas. Bagaimana kalau manusia itu di bagi atas jasmni dan rohani saja?
LM      : Itu benar.
A         : Kalau begitu bukan Trinitas lagi, tetapi Dwitunggal (binirti).
LM      : Benar juga.
A         : Apa yang di maksud dengan Tuhan anak?
LM      : Itu sulit diterangkan; pokoknya adanya Tuhan anak idak melalui proses kawin, hamil, lahir.
A         : Saya mengerti, Cuma bagimana supaya orang dapat mengerti, bahwa Yesus itu bisa menjadi Tuhan anak, padahal menurut pendapat saya, dia manusia biasa yang mendapat Wahyu.
LM      : Itu memang sulit diterangkan.
A         : Apakah bisa dibandingkan dengan Krisna pada agama Hindu?
LM      : Krisna mengalami reinkarnasi.
A         : Apa bedanya reinkarnasi dengan manifestasi?
LM      : (tidak bisa membeikan jawaban).
A         : Apakah dapat pula saya bandingkan dengan Ezra (Uzaer dalam agama Yahudi)?
LM      : (tidak bisa memberikan jawaban).
A         : Kalau tiap agama menyebut Nabinya atau tokohnya sebagai anak tuhan, sudah tentu anak tuhan itu banyak sekali, sebab tuhan mengutus Nabi banyak sekali. Hingga kini yang saya kenal sesuai dengan agama yang besar, anak tuhan itu ada tiga orang. Yaitu Krisna (Hindu), Uzaer/Ezra (Yahudi), dan Yesus (Kristen).
LM      : (tidak membantah).
A         : Kalau begitu mari kita lihat Injil Matius 7 : 22. Karena terjadi perbedaan  penafsiran, maka timbul perdebatan yang bertele-tele. Untuk menggenapkan argumentasi, saya menghendaki untuk membuka Korintus 1 : 9 (ajaran Paulus) dan Galitia II : 19, 20. Dalam kedua perkataan itu nyata-nyata disebut kata anak tuhan.
LM      : Lebih baik jangan menyinggung soal Paulus lagi, sebab nanti bisa makan waktu berjam-jam lagi seperti kemaren malam.
A         : Saya perlu mengemukakan persoalan Paulus, karena dari Paulus inilah sumber perbedaan-perbedaan.
LM      : Saya sudah payah dan akan pulang besok pagi-pagi.
A         : Apakah tuan yakin dengan beragama Kristen bisa masuk Surga?
JG        : Ya.
A         : Apa sebabnya?
JG        : Karena tak ada agama lain yang bisa memberikan perdamaian; Karen tuhan Yesus yang menebus dosa, sebab Yesus dengan sebenarnyalah tuhan dan sebagaimya.
A         : Masak pasti tuan masuk Surga?
JG        : Pasti.
A         : Tuan kan belum mati, mengapa sudah yakin dan pasti, apakah tuan percaya akan kekuasaan tuhan yang mutlak? Kalaun tuhan menghendaki tuan masuk surga, masuklah; Tetapi sebaliknya kalau tuahan menghendaki tuan masuk neraka, akan masuk Neraka.
JG        : (tidak membantah)
A         : Mengapa tuan masuk agama Kristen?
JG        : Kaarena Kristen yang bisa menyelamatkan saya dari dunia sampai akhirat, sebab tak ada orang didunia ini yang bisa mengubah keyakinan saya sealain dari agama Kristen.
A         : Saya kira tuan bohong. Tuan kan baru saja di Madura dan baru beberapa kali berkenalan dengan saya. Sayalah seorang diantara manusia didunia ini yang bersedia untuk mengubah keyakinan tuan sesuai dengan ajaran Islam, asalkan tuan mengizinkan atau memberi kesempatan.
JG        : (terpaku, terperanjak).
A         : bagaimana pendapat tuan tentang injil ini? Apakah tuan yakin bahwa itu asli?
JG        : Ya.
A         : Dari manakah isi Injil itu asalnya?
JG        : Dari Yesus.
A         : Siapa Yesus itu, bangsa apa, berbahasa apa?
JG        : Dia orang Yahudi, bahasanya Ibrani.
A         : Dalam bahasa apa Injil yang asli?
JG        : bahasa Grik (Yunani).
A         : Bagaimana mungkin kalau Yesus orang Yahudi dan bahasanya Ibrani, mengapa Injil aslinya berbahasa Grik? Setahu saya berbahasa Ibrani.
WM`    : Itu kan Taurat.
A         : Siapa yang mengajarkan Taurat?
JG        : Musa.
A         : Dari mana, bangsa dan bahasa apa yang dipakai oleh Nabi Musa?
JG        : Yahudi-Ibrani.
A         : Bukankah Yesus, menrut tuan, juga bangsa Yahudi dan bebahasa Ibrani? Mengapa Wahyunya dalam bahasa Grik? Itu kan tidak logis. Coba perhatikan kitab-kitab suci yang lain seperti agama Kon Hu Tju dalam bahasa Cina, Veda dalam bahasa Hindu/ Sangskreta, Taurat bahasa Ibrani, Qur’an dalam bahasa Arab. Sesuai dengan kebangsaan dan bahasa Nabinya.
WM     : Tuan tahu sejarah Injil?
A         : Tuan lebih tahu, lebih baik terangkan saja kepada saya.
WM     : 300 tahun sebelum Yesusu lahir tanah Yahudi dijajah oleh Grik sehingga bangsa Grik sangat berpengaruh, persisi seperti keadaan Indonesia waktu dijajah oleh Belanda. Itulah sebabnya injil yang asli berbahasa Grik.
A         : Saya percaya akan keterangan tuan sekalipun bahasa Yunani berpengaruh, itu kan hanya untuk kaum atasan saja. Sedangkan rakyat jelata tidak mungkin mengerti itu, sehingga karenanya bahasa aslinya yang lebih dimengerti oleh rakyat.
Berdasarkan hal itu maka Wahyu yang disampaikan oleh Nabi Isa,l haruslah dalam bahasa Ibrani, sebagaimana keadaannya dengan Nabi Musa. Nabi Muhammad, Krisna, Kong Hu Tju, semuanya dalam bahasa rakyat, bukan dalam bahasa golongan atasan.
JG        : Andaikan tuhan menunjuk tuan (A) sebagai Nabi, Wahya yang disampaikan oleh tuhan kepada tuan adalah dalam bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia yang berpengaruh di negeri ini.
A         : Percayakah tuan akan kekuasaan tuhan yang mutlak?
JG        : Percaya.
A         : Kalau begitu, terserahlah kepada tuan. Kalau tuhan melihat dari saya lebih menonjol sebagai orang Madura, maka Wahyunya dalam bahasa Madura. Sebaliknya kalau tuhan melihat diri saya sebagai orang Indonesia, maka Wahyunya yang di sampaikan tentunya dalam bahasa Indonesia. Mengingat tuhan menyampaikan Wahyu kepada Nabi-nabi sebelumya dalam bahasa ibu, saya berpendapat, kalau saya diutus sebagai Nabi seorang Madura, maka Wahyunya tentu dalam bahasa Madura, karena tidak semua orang mengerti bahasa Indonesia. Bulankah begitu?
JG        : Ya itu benar.
A         : Kalau begitu, Injil tuan itu tidak asli lagi, sebab yang asli harus dalam bahasa Ibrani dan ternyata dalam penyelidikan orang Islam terjemahan Injil itu selalu berubah-rubah.
WM     : Tidak mungkin.
A         : Tuan mengerti bahasa Belanda?
WM     : Tidak, saya mengerti bahasa Prance  dan German.
A         : Saya tahu bahasa German sedikit-sedikit, tetapi saya tidak tahu bahasa Prance. Kalau tuan mengerti bahasa belanda, tentu akan dijumpai terjemahan ulangan 33 : 2 Sbb. “tot zijne rechter hande was ene vurige wet aan hen (on his right hand was a fiery law).”
Mengapa terjemahan bahasa Indonesia “een vurige wet : tiang api; bukankan ini perubaha? Sebab seharusnya : undang-undang yang cemerlang.
WM     : Bukankah terjemahan al-Qur’an juga berubah-ubah, misalnya; kabar gembira: kabar suka.
A         : Perubahan itu kan tidak mengubah arti, sebab itu sinonimnya. Tuan harus tau, bahwa Qur’an yang asli (dalam bahasa Arab) tidak pernah berubah, karena tuhan yang mengawasinya.
Inilah keistimewaan/ Mukjizat al-Qur’an dibandingkan dengan Injil dan kitab-kitab lain. Saya berpendapat, karena Injil yang asli kabur, maka menurut keyakinan saya: Injil sudah tidak asli lagi dan banyak perubahannya.
WM     : (tidak membantah). Waktu jauh malam, lebih baik tuan pulang saja.
A         : Tuan! Saya adalah tamu, tuan-tuanpun adalah tamu juga. Menurut etika apalagi etika Islam, tamu harus dihormati, tidak boleh diusir. Kalau mau mengusir seharusnya tuan JG sebagai tuan rumah.
WM     : Maaf, tuan, saya sudah payah, saya hanya bergurau.
A         : Wah, orang Kanada tidak baik.
JG        : Saya tidak akan mengusir tuan, saya senaang menghadapi tuan sampai malam sekalipun.
A         : Itulah yang saya harapkan. Bukankah kita mencari kebenaran? Bagi saya (sebagai orang Islam) akan terus berusaha mencari kebenaran itu tanpa mengenal waktu.
JG        : Saya juga begitu.
A         : Tuan kami tiddak menentang tuan. Saya sekedar menyelidiki Injil, karena Injil (yang asli) adalah kitab suci orang Islam dan Nabi Isa juga Nabi orang Islam. Andaikan tuan bisa membuktikan keaslian Injil yang sekarang ini, tidaklah mustahil bagi saya untuk ikut agama tuan guna memperoleh “hati baru”.
Tetapi karena tuan-tuan selama dua malam ini tidak ada yang memberikan kepastian tentang keasliannya, saya tidak mungkin ikut keyakinan tuan dan saya menganggap ajaran Isalm yang bisa memberikan “hati baru” dan keselamatan dunia akhirat.
LM      : Ya, saya sudah payah dan besok pagi akan pulang. Saya belum pernah berhadapan dengan orang yang berpandirianseperti tuan. Saya belum pernah menghadapi pertanyaan-pertanyaan seperti yang tuan sugukan. Hal ini membuat saya lebih mengenal tuan dan agama Islam.
A         : Sebaiknya tuan dating lagi dan mari kita berdiskusi untuk mencari kebenaran berdasarkan firman Allah.
LM      : Itu ide yang baik. Saya berusaha untuk mendatangkan orang lain guna memenuhi ide tuan.
A         : Terima kasih.
Sebelum ditutup ingi saya sampaikan firman tuhan dalam al-Qur’an (al-Hujarat) Sbb. “tuhan menciptakan manusia dari laki-laki dan perempuan dan berkembang menjadi suku bangsa ataupun bangsa, agar kita saling berkenalan. Sesungguhnya yang mulia disisi tuhan ialah yang takwa.
Tuan LM cs. Saya sebagai orang Musli dalam berhadapan denagan tuan-tuan semata-mata untuk mendapat pengertian sebagai akibat perkenalan kita. Pengertian tentang latar belakang kehidupan tuan, agama tuan dan lain-lain, sehingga makin timbul pengertian kami yang baik. Dan dengan timbulnya pengertiam ini perkenalan kita akan makin erat.
Tak ada maksud saya untuk menentang tuan-tuan atau pendirian tuan-tuan. Saya ingin sekedar memperoleh pengertian agama tuan dimana ada hal yang kurang jelas, saya tanyakan pada tuan. Dari pertanyaan itu kadang-kadang timbul perdebatan yang sangat sengit. Tujuan saya tak lain hanyalah untuk memperoleh bkebenaran berdasarkan keyakinan tuan dan akal yang sehat.
Marilah dalam kita berkenalan jangan sampai kita menunjukkan nasionalitas kedudukan, keyakinan dan lain-lain. Tetapi marilah kita dasarkan perkenalan kita dengan takut kepada tuhan (foar of god).
LM      : Dengan keterangan ini saya lebih mengenal ajaran Islam, dan saya lebih mengerti pribadi tuan yang bersifat terus terang. Marilah kita akhiri perkenalan/pertemuan ini.
JG        : Terima kasih atas kedatangtan tuan dan saya senang menerima tuan-tuan dilain waktu.
Maka kami berempat saling berjabatan tangan dengan ke empat Pendeta itu.